Tuesday, June 7, 2016

Khotbah Kedukaan, ARIF DAN BIJAK MENYIKAPI KEMATIAN

ARIF DAN BIJAK MENYIKAPI KEMATIAN
(I Tesalonika 4 : 13-18)

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Berpisah dengan orang yang kita kasihi adalah sebuah peristiwa yang tentunya tidak menyenangkan, bahkan sangat menyakitkan.Terlebih kalau perpisahan tersebut sifatnya permanen karena diakibatkan oleh kematian. Tentunya semua orang pernah mengalami suasana atau situasi yang demikian, yaitu berada dalam posisi langsung sebagai orang yang berduka karena ditinggal pergi oleh orang yang dikasihinya. Kenyataan demikian sering membuat kita merasa tidak lagi memiliki harapan dan tujuan hidup. Hampa rasanya. Kita kehilangan gairah hidup, atau bahkan malas beraktifitas. Merasa tidak punya semangat lagi, tidak punya siapa-siapa lagi. Kesedihan, ketakutan dan kegundahan terus membayangi saat menyadari orang yang kita kasihi sungguh telah pergi untuk selamanya dan tak mungkin kembali lagi.
 Menghadapi kenyataan duka yang demikian, membuat perasaan kita menjadi sensitif. Mendengar orang bercerita dan menyinggung tentang diri almarhum, atau melihat benda yang ada hubungannya dengan almarhum semasa hidupnya, secara spontan menggiring hati kita hanyut dalam imajinasi pikiran dan perasaan kita yang tidak terkendali. Ibarat sebuah pengembaraan batin yang begitu melelahkan; dari lorong yang sunyi ke padang yang gersang. Memori kita menggiring lamunan untuk mengingat seluruh kehidupan orang yang meninggalkan kita; mengenang saat-saat indahnya kebersamaan semasa hidupnya. Kita membayangkan kelanjutan perjalanan hari-hari hidup kita tanpa kehadiran orang yang kita kasihi. Merekah-rekah nasib almarhum di dunia orang mati yang tidak bisa kita jangkau dengan akal pikiran kita. Lalu kita menangis dan meratap sejadi-jadinya. Hati dan pikiran kita berontak, namun tidak ada sesuatu yang dapat kita lakukan untuk mengubah kenyataan. Malah pada akhirnya kita menemukan diri kita terperangkap dalam kesedihan yang berkepanjangan, mengalami kelelahan fisik maupun psikhis. Akhirnya kita pun sadar bahwa sungguh tiada daya pada diri kita untuk menolak kenyataan tersebut. Menghadapi situasi yang demikian berat, bagaimanakah seharusnya kita bersikap?
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Dalam konteks bacaan ini, Rasul Paulus memberi penghiburan dan pencerahan rohani kepada orang-orang Kristen di jemaat Tesalonika yang sementara resah dan bergumul karena menghadapi ajaran-ajaran yang mengusik keyakinan iman mereka. Ajaran tersebut disebarkan oleh sekelompok orang yang mengajarkan bahwa tidak ada lagi pengharapan dan kebangkitan bagi orang-orang yang sudah mati. Mereka bertanya: Jika tidak ada kebangkitan orang mati, bagaimana dengan nasib mereka dan orang-orang yang mereka kasihi, jika telah meninggal? Pergumulan dan pertanyaan itulah yang dijawab oleh Rasul Paulus dalam bacaan ini. Menurut Rasul Paulus, setiap orang tidak perlu kuatir dan kehilangan pengharapan oleh karena kematian, sebab jika kita percaya bahwa  Yesus telah mati dan telah bangkit kembali maka kita juga percaya bahwa mereka yang telah meninggal dalam iman kepada Yesus Kristus akan dibangkitkan dan dikumpulkan oleh Allah bersama-sama dengan Dia. Ini adalah sebuah kepastian bahwa seluruh orang percaya yang meninggal akan dikumpulkan oleh Tuhan di suatu tempat. Pada kedatangan Yesus yang kedua kelak, orang beriman yang telah mati akan dibangkitkan dan disatukan dengan-Nya kelak. “Sebab waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah selama-lamanya kita akan bersama-sama dengan Tuhan.” (I Tes 4:16,17).
 Kita tidak perlu kuatir mengenai nasib orang yang telah meninggal, karena mereka akan bersama dengan Tuhan. Mereka sepenuhnya berada dalam rancangan kasih Allah. Mereka diurus oleh Allah sehingga kita tidak perlu merisaukan keadaannya. Mereka sudah tenang di sana dan sama sekali sudah terlepas dari pergumulan. Justru kita di sinilah yang masih belum tenang. Sebab mereka yang mati dalam iman kepada Yesus Kristus kelak akan dibangkitkan. Kematian adalah jembatan menuju pada tahapan kehidupan berikutnya. Setiap orang percaya tidak perlu kuatir terhadap kematian sebab di balik kematian pasti ada kebangkitan. Paulus berkata: “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp.1:21). Inilah puncak kebahagiaan dan pengharapan orang percaya. Artinya kita yang hidup dalam Tuhan akan bertemu kembali dengan orang yang sudah meninggal dalam Tuhan. Pertanyannya apakah kita telah hidup dalam Tuhan dan akan mati dalam Tuhan? Sama seperti yang dikatakan Paulus: “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati kita adalah milik Tuhan”. Kristuslah yang menghubungkan  dan mempersekutukan kita yang ada dalam ‘kenyataan’ dan mereka dalam ‘kenangan’.
Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama menyampaikan pidato yang sangat mengagumkan tentang imannya sebagai seorang Kristen saat menghadiri acara National Prayer Breakfast di Washington, Amerika Serikat. Ia menyebutkan bahwa kekuatiran bisa membuat seseorang melakukan hal-hal yang buruk, terperangkap dalam situasi tertentu dan melakukan tindakan ‘menyeramkan’ di luar kontrol. Kekuatiran juga bisa membuat seseorang menyerah dalam keputusasaan, kelumpuhan, atau iri hati. “Iman saya memberitahukan saya bahwa saya tidak perlu takut mati. Penerimaan dalam Kristus menjanjikan hidup kekal dan penghapusan dosa. Iman adalah obat mujarap bagi rasa takut. Yesus adalah obat yang baik bagi rasa takut. Tuhan memberi orang percaya kekuatan, kasih, ketertiban untuk menaklukkan rasa kuatir,” ucap Obama, seperti dilansir Christianpost.com.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Jika saat ini, dalam suasana duka yang kita alami, kita teringat akan sosok almarhum dan membuat kita bersedih dan menangis. Secara manusiawi, hal itu sangat wajar. Namun jangan sampai dukacita menyeret kita  dalam rasa kuatir yang berkepanjangan lalu kehilangan pengharapan. Namun sebagai orang Kristen kita harus meyakini bahwa Allah akan mempertemukan kita dengan orang-orang yang kita kasihi dengan cara-Nya sendiri, dan dengan waktu yang Allah tentukan sendiri. Oleh karena itu, sebenarnya kita tidak perlu terlalu larut memikirkan nasib orang yang ‘sudah mendahului kita’, sebab itu adalah kewenangan Allah.

Kebenaran yang disampaikan melalui Firman Tuhan saat ini merupakan sumber pengharapan yang memberi kita kekuatan dan penghiburan untuk dapat secara ikhlas menerima dengan arif dan bijak menyikapi peristiwa kematian yang terjadi atas orang yang kita kasihi. Tujuannya ialah supaya kalau kita berduka, kita berduka sebagai orang  yang punya pengharapan. Satu hal yang harus kita ingat ialah bahwa kematian bukanlah akhir dari kasih karunia Tuhan. Sikap iman yang demikian merupakan kesaksian yang baik dalam mengenang orang yang sudah meninggal. Sebab hubungan kita dengan Tuhan dan orang-orang yang kita kasih tidak diputuskan oleh kematian. Hidup kita sekarang adalah bayangan dari hidup yang sesungguhnya. Kita adalah orang asing atau pendatang di sini sebab kewargaan kita yang sesungguhnya ialah di sorga. Allah akan menyediakan suatu tempat kekal bagi mereka di mana tidak akan ada ratap tangis lagi dan tidak akan ada maut/kematian lagi di situ. Adapun kalau Tuhan masih mengaruniakan kesempatan hidup kepada kita, tidak lain adalah supaya kita berbuah dalam iman untuk saling menopang, bahkan saling berbagi penghiburan yang asalnya dari Tuhan. Roh Kudus akan senantiasa membimbing dan menghibur kita dan segenap keluarga yang berduka!    Amin!                                   

Thursday, October 1, 2015

PRIBADI YANG RENDAH HATI



MATIUS  3:1-12
PRIBADI YANG RENDAH HATI
Alkitab menyatakan bahwa Yohanes pembaptis memiliki hubungan yang dekat dengan Yesus (sepupu) karena ibunya (Elisabeth) masih ada hubungan kekerabatan (sepupu pula) dengan Maria (ibu Yesus). Selain itu kelahiran Yohanes Pembaptis juga ajaib dan mengherankan sebab ia dilahirkan dari seorang wanita yang sebenarnya mandul. Juga ketika Ia berada dalam kandungan, ayahnya  mendadak menjadi bisu dan baru dapat berbicara ketika Yesus lahir.
Sesungguhnya ada banyak alasan bagi Yohanes untuk membanggakan diri atau menjadi seorang yang “besar”. Namun Yohanes tidak melakukan itu, ia tetaplah seorang yang rendah hati. Padahal Ia adalah pembuka jalan bagi kedatangan Sang juruslamat yang sudah dinubuatkan sejak zaman nabi Yesaya (yohanes 40 : 3). Yohanes berkata, “Aku membabtis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan tetapi Dia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melapaskan kasut-Nya. Dia akan membabtis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api “(mat. 3 :11). Simak pula pernyataan Yohanes, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil “(yoh. 3n : 30). Hal Ini menunjukkan bahwa Yohanes tidak haus pujian atau ingin dihormati, ia tetap menempatkan Yesus sebagai yang utama dan terbesar. Dialah yang patut ditinggikan dan diagungkan, bukan dirinya.
Yohanes pembabtis telah memberikan teladan yang luar biasa bagi setiap orang percaya untuk memaknai hidup yaitu membawa syalom bagi sesama. Sering kali ketika seseorang sudah dipercaya, baik dalam organisasi gereja maupun dalam bidang lainnya sep. banyak pemimpin pada umumnya, hatinya mulai berubah, apalagi kalau merasa sudah popular. Terkadang Ia mulai membusungkan dada sehingga dalam hal pelayanan atau pekerjaan terkadangpun mulai pilih-pilih ; mau melayani asal fasilitas yang disediakan sesuai dengan yang dikehendaki, atau mau membantu sesama asalkan ada balasannya. Kita sudah lupa dengan esensi sebagai seorang “hamba” yaitu untuk melayani dan bukan dilayani. Kita ini adalah hamba yang diutus untuk membawa syalom seperti Yohanes. Amin!

Monday, August 31, 2015

KITA ADALAH PEMENANG

Roma 8 :35-39
KITA ADALAH PEMENANG

Semua orang ingin menjadi pemenang. Karena itu, ketika membaca Roma 8 :37 yang berkata bahwa setiap pengikut kristus kita “lebih dari orang-orang pemenang”, kita merasa gembira. Namun apa maksud ungkapan diatas ?
Rasul Paulus memulai Roma 8 dengan menceritakan tentang kasih karunia Allah yang mengutus Putra-Nya, Yesus, untuk mati menebus dosa kita. Kemudian ia juga mengatakan bahwa semua orang percaya akan mendapat pertolongan Roh kudus yang akan memberi kemenangan atas kuasa dosa dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya Rasul Paulus berbicara tentang kasih Kristus yang tak berkesudahan. Dalam keadaan tertentu kita mungkin merasa sendirian dan kalah, tetapi sesungguhnya kita adalah pemenang karena tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
Maka seorang Kristen hendaknya tidak berputus asa, atau berusaha lari dari tantangan. Penderitaan harus dihadapinya. Mungkin kadangkala penderitaan membuat kita beranggapan bahwa kita telah ditolakoleh Yesus. Namun, firman Tuhan menyatakan bahwa tidak mungkin Kristus berbalik menolak kita atau Allah berbalik memusuhi kita. Kematian-Nya untuk kita merupakan bukti kasih yang tidak dapat dikalahkan oleh apapun. Kasih-Nya melindungi kita dari berbagai bentuk kekuatan apapun yang berupaya menguasai dan mengalahkan kita. Kematian-Nya yang begitu besar seharusnya membuat kita merasa aman dan menang di dalam Dia. Karena Kristus dan kasih-Nya yang tak berkesudahan bagi kita, maka kita adalah pemenang!

Abaikan kuasa yang lain yang ada disekitar anda

 jagalah kuasa kasih Kristus dalam diri anda.

Friday, August 28, 2015

JANGAN MENYOMBONGKON DIRI

1 Korintus  4 : 6-10
JANGAN MENYOMBONGKON DIRI
 
Pater Edward,  mohon petunjuk untuk mengatasi akar dosa kesombongan. Kesombongan adalah ibu dari segala  akar dosa. Kesombongan tidak peduli kebaikan  bagi sesame manusia. Kesombongan ingin mengendalikan kehidupan dan orang lain. Kesombongan nyata dalam amarah, kritik dan menganggap orang lain itu bodoh.
Melalui suratnya, Paulus mengajak orang korintus untuk tidak menganggap diri lebih pandai, lebih penting, dan lebih berkuasa dari orang lain. Bagi Paulus, semestinya “para pelayan termasuk Rasul” merendahkan diri bukan kalau perlu merendahkan diri dihadapan setiap orang. Bagi orang Korintus, mereka menganggap diri lebih kaya dalam karunia dan berkat dari pada Paulus karena itu Paulus tidak layak memberitakan Injil bagi mereka. Paulus mengajak orang untuk tidak menilai orang lain hanya berdasarkan penilaian – peilaian status social  dan hal-hal formalitas saja. Tetapi lihatlah sesame manusia secara arif berdasarkan cara Yesus yang penuh kasih, merendahkan diri  bahkan pengorbanan diri.
Mungkin selama ini kita menilai seseorang menurut status sosialnya dengan apa yang ada padanya atau menilainya dari segi siapa yang mengutus dia dan apa yang diberitakan. Selanjutnya apakah kita mengakui bahwa apa yang ada pada diri kita adalah milik Tuhan. Dan karena milik Tuhan maka kita merendahkan diri dihadapannyaserta bersyukur kepada-Nya. Kemudian bagaimana kita nyatakan dalam hubungan dengan sesama. Apakah kita selama ini yang ada pada kita tidak menghalangi kita mendengarkan siapa saja yang memberitakan firman Tuhan. Dasar dari kerendahan hati Kristen adalah menyadari bahwa bakat karunia rohani yang kita miliki berasal dari Allah.

“Rendahkan diri serendah-rendahnya

sampai tidak ada lagi tempat kita jatuh (anomin)

Thursday, July 2, 2015

Khotbah Syukuran....“ALA BISA KARENA BIASA…!”



“ALA BISA KARENA BIASA…!”
( Mazmur 111 : 1 – 10 )

Saudara-saudara yang dikasihi di dalam Yesus Kristus,
                Predikat sebagai makhluk yang berbudaya adalah sebuah gelar atau sebutan yang sering
dilekatkan pada diri manusia. Manusia identik dengan budaya. Sehingga ketika kita berbicara tentang budaya, maka secara otomatis kita berbicara tentang manusia. Dan setiap kali kita kita berbicara tentang manusia maka secara otomatis pula kita berbicara tentang hakekatnya sebagai makhluk berbudaya. Hal inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan lainnya. Sehingga manusia juga disebut sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia. Di luar manusia, tidak ada ciptaan lain yang mengenal budaya atau bisa berbudaya.
            Budaya berasal dari kata ‘budhi’ yang dapat diartikan sebagai akal atau pikiran. Sehingga budaya dapat diartikan sebagai sebuah upaya pendayagunaan akal atau pikiran manusia, demi menunjang proses kelangsungan hidupnya dan ciptaan Tuhan yang lainnya menuju ke arah yang lebih baik. Sehingga proses pendayagunaan akal/pikiran yang terus menerus ini dapat diandaikan sebagai sebuah latihan dalam menggunakan akal/pikiran agar terbiasa dengan hal-hal yang dikehendaki oleh Allah dan berguna bagi kehidupan manusia dan ciptaan Allkah lainnya. Dalam hal ini, lingkungan dimana (tempat, dengan siapa, dan bagaimana) seseorang berproses dalam melangsungkan kehidupannya, maka itu jugalah yang menentukan kualitas dan bentuk budaya yang dihasilkannya. Budaya tersebut muncul sebagai suatu hasil pikiran yang telah dibentuk oleh lingkungannya, yang nampak melalui perilaku. Kemudian perilaku itu terjadi secara berulang-ulang. Lalu muncul sebagai sebuah kebiasaan-kebiasaan diri atau budaya diri. 
Saudara-saudatra yang dikasihi di dalam Yesus Kristus,
                Melalui pembacaan kita pada saat ini, diceritakan tentang sebuah budaya diri seorang pemazmur dan keluarganya. Budaya ini sudah menjadi identitas dan karakter dirinya. Budaya tersebut dapat disebut sebagai ‘budaya bersyukur’. Mengapa disebut seperti itu? Karena hal bersyukur adalah suatu kebiasaan yang telah menjadi ciri khas hidupnya. Dan berlangsung secara terus-menerus dalam mewarnai kehidupannya.  Bahkan sudah menjiwai keseluruhan aspek perjalanan hidupnya. Pemazmur dalam menjalani rutinitas kesehariannya selalu berusaha untuk meluangkan waktunya agar bisa berkumpul dengan keluarga dan sesamanya (jemaah) untuk beribadah kepada Tuhan. Dalam ibadahnya, pemazmur selalu menaikkan pujian dan ungkapan syukurnya kepada Tuhan. Dan ungkapan syukur tersebut dinyatakan dengan tulus dan bukan sebagai kepura-puraan. Ia melakukannya dengan sepenuh hati. Semua yang dilakukannya tidak lain sebagai bentuk kesaksiannya atas segala karya Tuhan yang sungguh ajaib. Ia selalu merenung-renungkan (menyelidiki) perbuatan-perbuatan Tuhan dalam hidupnya. Dan iapun menyaksikan bahwa Tuhan itu sungguh peduli dan selalu memberikan rejeki kepada orang-orang yang takut kepada-Nya. Memberikan milik pusaka kepada umat-Nya. Tuhan itu penuh dengan kebenaran, keadilan dan kejujuran. Segala titah-Nya teguh, kokok untuk selamanya. Bahkan mampu membebaskan umat-Nya yang terbelenggu.
            Pemazmur begitu hafal dengan sifat-sifat dan tindakan Tuhan, karena ia sudah lama terbiasa bergaul dengan Allah. Dekat dengan Tuhan adalah sebuah hal utama bagi dirinya. Sebab ia yakin bahwa sumber hikmat adalah takut (hormat) kepada Tuhan. Perasaan hormat dan kedekatannya kepada Tuhan telah membentuk karakternya sebagai orang yang berhikmat. Dengan hikmat dari Tuhan, ia diberikan akal budi yang baik. Akal budi yang baik inilah yang telah menjadikannya untuk selalu mampu berbuat baik, bahkan bisa selalu bersyukur. Kebiasan bersyukur adalah sebuah hal yang telah melekat pada dirinya. Pemazmur selalu mampu bersyukur kepada Tuhan karena ia sudah terlatih membiasakan diri melakukannya. Ala bisa karena biasa!
Saudara-saudara yang dikasihi di dalam Yesus Kristus,
                Ketika kita berkumpul satu dengan yang lain pada saat ini, di tempat ini, maka nilai apakah yang mendasarinya? Kita berkumpul, tidak lain adalah untuk menyatakan ungkapan syukur kita kepada Tuhan. Juga dimaksudkan untuk berbagi kesaksian kepada sesama, agar orang lain juga bisa datang dan dekat kepada Tuhan. Kita mengucap syukur kepada Tuhan karena terlalu banyak kebaikan yang telah, dan akan terus dilakukan-Nya bagi kita. Memang, kalau kita hanya melihat dengan mata telanjang kita, mungkin banyak kebaikan Tuhan yang akan luput dari perhatian kita. Tetapi apabila kita menyelidikinya dan senantiasa merenung-renungkannya dengan mata iman kita, maka kita pun akan tersadar bahwa ternyata begitu banyak kebajikan Tuhan yang selalu terjadi bagi kita. Tuhan selalu mencurahkan berkat-Nya bagi umat-Nya yang percaya kepada-Nya.
                Memang tidak begitu gampang bagi semua orang untuk bisa datang bersyukur kepada Tuhan. Banyak orang yang merasa tidak ada yang perlu disyukuri. Atau banyak orang yang merasa belum mengalami kebaikan Tuhan atas dirinya. Mengapa? Karena kita belum mengenal sifat-sifat Tuhan karena tidak terbiasa bergaul dengan Tuhan. Kita tidak terbiasa menyelidiki perbuatan-perbuatan dan kebaikan Tuhan di dalam diri kita. Terlalu banyak waktu dan pikiran kita disita oleh hal-hal yang tidak penting dan bersifat duniawi, sehingga kita mengabaikan hal yang utama dalam hidup kita. Padahal Tuhan sudah memberikan kita akal/pikiran agar bisa membaca segala kehendak dan perintah-Nya. Ia memperlengkapi kita dengan sarana untuk bisa memahami maksud dan karya-Nya.
            Pemazmur mengajak kita untuk senantiasa takut kepada Tuhan. Sebab permulaan hikmat adalah takut kepada Tuhan. Takut berarti hormat kepada-Nya.  Takut kepada Tuhan memampukan setiap orang untuk berakal budi yang baik. Akal budi yang baik akan menciptakan perilaku yang baik. Perilaku yang baik akan memungkinkan seseorang untuk memiliki budaya yang baik, termasuk kebiasaan menaikkan puji-pujian dan bersyukur selalu kepada Tuhan.
**Ilustrasi:
Dalam setiap pertunjukan sirkus yang biasa kita saksikan; entah secara langsung, maupun melalui media elektronik, disitu dipertontonkan tentang atraksi-atraksi menakjubkan yang bisa dimainkan oleh hewan-hewan tertentu. Sering dengan kagumnya kita memberikan pujian kepada hewan-hewan tersebut, setiap kali mereka berhasil melakukan atraksi yang diperintahkan oleh pelatihnya. Yang mana atraksi tersebut sebenarnya sering tidak masuk di akal kita kalau semuanya itu bisa dilakukan, namun ternyata bisa. Kita lantas bersorak dan memberikan tepuk tangan. Namun di balik semua kenyatan tersebut, pernahkah kita bertanya tentang faktor apa yang membuat hewan-hewan tersebut bisa melakukan atraksi yang diperintahkan oleh pelatihnya? Jawabannya tidak lain adalah karena adanya proses latihan yang terus menerus. Dan juga adanya hubungan yang baik dengan pelatihnya. Ala bisa karena biasa.
                Bagaimana dengan kita? Mengapa budaya bersyukur sering susah kita lakukan?  Mengapa kita sering begitu susah memuji Tuhan?  Mengapa begitu berat bagi kita untuk melakukan perintah Tuhan? Penyebabnya tidak lain karena faktor tidak biasa. Kita tidak membiasakan diri bergaul dengan Tuhan. Kita tidak membiasakan diri menyelidiki perbuatan-perbuatannya Tuhan yang sungguh ajaib. Kita tidak biasa melatih diri dalam melakukan apa yang dikehendaki Tuhan. Padahal, bukankah kita telah diperlengkapi dengan akal/pikiran oleh Tuhan? Sementara hewan tidak! Seharusnya kita bisa berbuat jauh lebih baik daripada hewan. Namun kenyataannya sering berbicara lain.Hal tersebut hanya bisa terwujud apabila kita memiliki kemauan untuk selalu melatih diri dalam mendengar, memahami dan melakukan firman Tuhan.
            Oleh karena itu, berbahagialah kita semua yang masih bisa bersyukur kepada Tuhan. Sebab rasa syukurlah yang bisa menjadi jembatan hadirnya kebahagiaan.Kiranya Roh Kudus menyertai dan memberkati. Haleluyah!
Amin…!

Sunday, June 28, 2015

JANGANLAH KUATIR



JANGANLAH KUATIR

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu
kepada Allah dalam doa dan permohonan
dengan ucapan syukur.
FILIPI 4:6

Jadi, janganlah kamu mempersoalkan apa yang akan kamu makan atau apa yang akan kamu minum dan janganlah cemas hatimu. Semua itu dicari bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu tahu,
bahwa kamu memang memerlukan semuanya itu.
Tetapi carilah Kerajaan-Nya, maka semuanya itu
akan ditambahkan juga kepadamu.
LUKAS 12 :29-31

Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya
dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.
MAZMUR 55:23

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.
1 PETRUS 5:7


Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia
AMSAL 12:25

Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri.
Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."
MATIUS 6:34

TUHAN AJAR SAYA UNTUK TIDAK MUDAH MENJADI KUATIR TENTANG APA PUN, KARENA SAYA TAHU TUHAN YANG MEMELIHARA KEHIDUPAN SAYA. AMIN