“ALA BISA KARENA BIASA…!”
(
Mazmur 111 : 1 – 10 )
Saudara-saudara yang dikasihi di
dalam Yesus Kristus,
Predikat sebagai makhluk
yang berbudaya adalah sebuah gelar atau sebutan yang sering
dilekatkan pada
diri manusia. Manusia identik dengan budaya. Sehingga ketika kita berbicara
tentang budaya, maka secara otomatis kita berbicara tentang manusia. Dan setiap
kali kita kita berbicara tentang manusia maka secara otomatis pula kita
berbicara tentang hakekatnya sebagai makhluk berbudaya. Hal inilah yang membedakan
manusia dengan ciptaan Tuhan lainnya. Sehingga manusia juga disebut sebagai
ciptaan Tuhan yang paling mulia. Di luar manusia, tidak ada ciptaan lain yang
mengenal budaya atau bisa berbudaya.
Budaya berasal dari kata ‘budhi’
yang dapat diartikan sebagai akal atau pikiran. Sehingga budaya dapat diartikan
sebagai sebuah upaya pendayagunaan akal atau pikiran manusia, demi menunjang
proses kelangsungan hidupnya dan ciptaan Tuhan yang lainnya menuju ke arah yang
lebih baik. Sehingga proses pendayagunaan akal/pikiran yang terus menerus ini
dapat diandaikan sebagai sebuah latihan dalam menggunakan akal/pikiran agar
terbiasa dengan hal-hal yang dikehendaki oleh Allah dan berguna bagi kehidupan
manusia dan ciptaan Allkah lainnya. Dalam hal ini, lingkungan dimana (tempat,
dengan siapa, dan bagaimana) seseorang berproses dalam melangsungkan
kehidupannya, maka itu jugalah yang menentukan kualitas dan bentuk budaya yang
dihasilkannya. Budaya tersebut muncul sebagai suatu hasil pikiran yang telah
dibentuk oleh lingkungannya, yang nampak melalui perilaku. Kemudian perilaku
itu terjadi secara berulang-ulang. Lalu muncul sebagai sebuah
kebiasaan-kebiasaan diri atau budaya diri.
Saudara-saudatra yang dikasihi di
dalam Yesus Kristus,
Melalui
pembacaan kita pada saat ini, diceritakan tentang sebuah budaya diri seorang
pemazmur dan keluarganya. Budaya ini sudah menjadi identitas dan karakter
dirinya. Budaya tersebut dapat disebut sebagai ‘budaya bersyukur’. Mengapa
disebut seperti itu? Karena hal bersyukur adalah suatu kebiasaan yang telah
menjadi ciri khas hidupnya. Dan berlangsung secara terus-menerus dalam mewarnai
kehidupannya. Bahkan sudah menjiwai keseluruhan
aspek perjalanan hidupnya. Pemazmur dalam menjalani rutinitas kesehariannya
selalu berusaha untuk meluangkan waktunya agar bisa berkumpul dengan keluarga
dan sesamanya (jemaah) untuk beribadah kepada Tuhan. Dalam ibadahnya, pemazmur
selalu menaikkan pujian dan ungkapan syukurnya kepada Tuhan. Dan ungkapan
syukur tersebut dinyatakan dengan tulus dan bukan sebagai kepura-puraan. Ia
melakukannya dengan sepenuh hati. Semua yang dilakukannya tidak lain sebagai
bentuk kesaksiannya atas segala karya Tuhan yang sungguh ajaib. Ia selalu
merenung-renungkan (menyelidiki) perbuatan-perbuatan Tuhan dalam hidupnya. Dan iapun
menyaksikan bahwa Tuhan itu sungguh peduli dan selalu memberikan rejeki kepada
orang-orang yang takut kepada-Nya. Memberikan milik pusaka kepada umat-Nya.
Tuhan itu penuh dengan kebenaran, keadilan dan kejujuran. Segala titah-Nya
teguh, kokok untuk selamanya. Bahkan mampu membebaskan umat-Nya yang
terbelenggu.
Pemazmur begitu hafal dengan
sifat-sifat dan tindakan Tuhan, karena ia sudah lama terbiasa bergaul dengan
Allah. Dekat dengan Tuhan adalah sebuah hal utama bagi dirinya. Sebab ia yakin
bahwa sumber hikmat adalah takut (hormat) kepada Tuhan. Perasaan hormat dan kedekatannya
kepada Tuhan telah membentuk karakternya sebagai orang yang berhikmat. Dengan
hikmat dari Tuhan, ia diberikan akal budi yang baik. Akal budi yang baik inilah
yang telah menjadikannya untuk selalu mampu berbuat baik, bahkan bisa selalu
bersyukur. Kebiasan bersyukur adalah sebuah hal yang telah melekat pada
dirinya. Pemazmur selalu mampu bersyukur kepada Tuhan karena ia sudah terlatih
membiasakan diri melakukannya. Ala bisa karena biasa!
Saudara-saudara yang dikasihi di
dalam Yesus Kristus,
Ketika kita berkumpul
satu dengan yang lain pada saat ini, di tempat ini, maka nilai apakah yang
mendasarinya? Kita berkumpul, tidak lain adalah untuk menyatakan ungkapan
syukur kita kepada Tuhan. Juga dimaksudkan untuk berbagi kesaksian kepada
sesama, agar orang lain juga bisa datang dan dekat kepada Tuhan. Kita mengucap
syukur kepada Tuhan karena terlalu banyak kebaikan yang telah, dan akan terus
dilakukan-Nya bagi kita. Memang, kalau kita hanya melihat dengan mata telanjang
kita, mungkin banyak kebaikan Tuhan yang akan luput dari perhatian kita. Tetapi
apabila kita menyelidikinya dan senantiasa merenung-renungkannya dengan mata
iman kita, maka kita pun akan tersadar bahwa ternyata begitu banyak kebajikan
Tuhan yang selalu terjadi bagi kita. Tuhan selalu mencurahkan berkat-Nya bagi
umat-Nya yang percaya kepada-Nya.
Memang tidak begitu
gampang bagi semua orang untuk bisa datang bersyukur kepada Tuhan. Banyak orang
yang merasa tidak ada yang perlu disyukuri. Atau banyak orang yang merasa belum
mengalami kebaikan Tuhan atas dirinya. Mengapa? Karena kita belum mengenal
sifat-sifat Tuhan karena tidak terbiasa bergaul dengan Tuhan. Kita tidak
terbiasa menyelidiki perbuatan-perbuatan dan kebaikan Tuhan di dalam diri kita.
Terlalu banyak waktu dan pikiran kita disita oleh hal-hal yang tidak penting
dan bersifat duniawi, sehingga kita mengabaikan hal yang utama dalam hidup
kita. Padahal Tuhan sudah memberikan kita akal/pikiran agar bisa membaca segala
kehendak dan perintah-Nya. Ia memperlengkapi kita dengan sarana untuk bisa
memahami maksud dan karya-Nya.
Pemazmur mengajak kita untuk
senantiasa takut kepada Tuhan. Sebab permulaan hikmat adalah takut kepada
Tuhan. Takut berarti hormat kepada-Nya.
Takut kepada Tuhan memampukan setiap orang untuk berakal budi yang baik.
Akal budi yang baik akan menciptakan perilaku yang baik. Perilaku yang baik
akan memungkinkan seseorang untuk memiliki budaya yang baik, termasuk kebiasaan
menaikkan puji-pujian dan bersyukur selalu kepada Tuhan.
**Ilustrasi:
Dalam setiap pertunjukan sirkus yang
biasa kita saksikan; entah secara langsung, maupun melalui media elektronik,
disitu dipertontonkan tentang atraksi-atraksi menakjubkan yang bisa dimainkan
oleh hewan-hewan tertentu. Sering dengan kagumnya kita memberikan pujian kepada
hewan-hewan tersebut, setiap kali mereka berhasil melakukan atraksi yang
diperintahkan oleh pelatihnya. Yang mana atraksi tersebut sebenarnya sering
tidak masuk di akal kita kalau semuanya itu bisa dilakukan, namun ternyata bisa.
Kita lantas bersorak dan memberikan tepuk tangan. Namun di balik semua kenyatan
tersebut, pernahkah kita bertanya tentang faktor apa yang membuat hewan-hewan
tersebut bisa melakukan atraksi yang diperintahkan oleh pelatihnya? Jawabannya
tidak lain adalah karena adanya proses latihan yang terus menerus. Dan juga
adanya hubungan yang baik dengan pelatihnya. Ala bisa karena biasa.
Bagaimana dengan kita?
Mengapa budaya bersyukur sering susah kita lakukan? Mengapa kita sering begitu susah memuji Tuhan?
Mengapa begitu berat bagi kita untuk
melakukan perintah Tuhan? Penyebabnya tidak lain karena faktor tidak biasa.
Kita tidak membiasakan diri bergaul dengan Tuhan. Kita tidak membiasakan diri
menyelidiki perbuatan-perbuatannya Tuhan yang sungguh ajaib. Kita tidak biasa
melatih diri dalam melakukan apa yang dikehendaki Tuhan. Padahal, bukankah kita
telah diperlengkapi dengan akal/pikiran oleh Tuhan? Sementara hewan tidak! Seharusnya
kita bisa berbuat jauh lebih baik daripada hewan. Namun kenyataannya sering
berbicara lain.Hal tersebut hanya bisa terwujud apabila kita memiliki kemauan untuk
selalu melatih diri dalam mendengar, memahami dan melakukan firman Tuhan.
Oleh karena itu, berbahagialah kita
semua yang masih bisa bersyukur kepada Tuhan. Sebab rasa syukurlah yang bisa
menjadi jembatan hadirnya kebahagiaan.Kiranya Roh Kudus menyertai dan
memberkati. Haleluyah!
Amin…!
No comments:
Post a Comment