Thursday, July 2, 2015

Khotbah Syukuran....“ALA BISA KARENA BIASA…!”



“ALA BISA KARENA BIASA…!”
( Mazmur 111 : 1 – 10 )

Saudara-saudara yang dikasihi di dalam Yesus Kristus,
                Predikat sebagai makhluk yang berbudaya adalah sebuah gelar atau sebutan yang sering
dilekatkan pada diri manusia. Manusia identik dengan budaya. Sehingga ketika kita berbicara tentang budaya, maka secara otomatis kita berbicara tentang manusia. Dan setiap kali kita kita berbicara tentang manusia maka secara otomatis pula kita berbicara tentang hakekatnya sebagai makhluk berbudaya. Hal inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan lainnya. Sehingga manusia juga disebut sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia. Di luar manusia, tidak ada ciptaan lain yang mengenal budaya atau bisa berbudaya.
            Budaya berasal dari kata ‘budhi’ yang dapat diartikan sebagai akal atau pikiran. Sehingga budaya dapat diartikan sebagai sebuah upaya pendayagunaan akal atau pikiran manusia, demi menunjang proses kelangsungan hidupnya dan ciptaan Tuhan yang lainnya menuju ke arah yang lebih baik. Sehingga proses pendayagunaan akal/pikiran yang terus menerus ini dapat diandaikan sebagai sebuah latihan dalam menggunakan akal/pikiran agar terbiasa dengan hal-hal yang dikehendaki oleh Allah dan berguna bagi kehidupan manusia dan ciptaan Allkah lainnya. Dalam hal ini, lingkungan dimana (tempat, dengan siapa, dan bagaimana) seseorang berproses dalam melangsungkan kehidupannya, maka itu jugalah yang menentukan kualitas dan bentuk budaya yang dihasilkannya. Budaya tersebut muncul sebagai suatu hasil pikiran yang telah dibentuk oleh lingkungannya, yang nampak melalui perilaku. Kemudian perilaku itu terjadi secara berulang-ulang. Lalu muncul sebagai sebuah kebiasaan-kebiasaan diri atau budaya diri. 
Saudara-saudatra yang dikasihi di dalam Yesus Kristus,
                Melalui pembacaan kita pada saat ini, diceritakan tentang sebuah budaya diri seorang pemazmur dan keluarganya. Budaya ini sudah menjadi identitas dan karakter dirinya. Budaya tersebut dapat disebut sebagai ‘budaya bersyukur’. Mengapa disebut seperti itu? Karena hal bersyukur adalah suatu kebiasaan yang telah menjadi ciri khas hidupnya. Dan berlangsung secara terus-menerus dalam mewarnai kehidupannya.  Bahkan sudah menjiwai keseluruhan aspek perjalanan hidupnya. Pemazmur dalam menjalani rutinitas kesehariannya selalu berusaha untuk meluangkan waktunya agar bisa berkumpul dengan keluarga dan sesamanya (jemaah) untuk beribadah kepada Tuhan. Dalam ibadahnya, pemazmur selalu menaikkan pujian dan ungkapan syukurnya kepada Tuhan. Dan ungkapan syukur tersebut dinyatakan dengan tulus dan bukan sebagai kepura-puraan. Ia melakukannya dengan sepenuh hati. Semua yang dilakukannya tidak lain sebagai bentuk kesaksiannya atas segala karya Tuhan yang sungguh ajaib. Ia selalu merenung-renungkan (menyelidiki) perbuatan-perbuatan Tuhan dalam hidupnya. Dan iapun menyaksikan bahwa Tuhan itu sungguh peduli dan selalu memberikan rejeki kepada orang-orang yang takut kepada-Nya. Memberikan milik pusaka kepada umat-Nya. Tuhan itu penuh dengan kebenaran, keadilan dan kejujuran. Segala titah-Nya teguh, kokok untuk selamanya. Bahkan mampu membebaskan umat-Nya yang terbelenggu.
            Pemazmur begitu hafal dengan sifat-sifat dan tindakan Tuhan, karena ia sudah lama terbiasa bergaul dengan Allah. Dekat dengan Tuhan adalah sebuah hal utama bagi dirinya. Sebab ia yakin bahwa sumber hikmat adalah takut (hormat) kepada Tuhan. Perasaan hormat dan kedekatannya kepada Tuhan telah membentuk karakternya sebagai orang yang berhikmat. Dengan hikmat dari Tuhan, ia diberikan akal budi yang baik. Akal budi yang baik inilah yang telah menjadikannya untuk selalu mampu berbuat baik, bahkan bisa selalu bersyukur. Kebiasan bersyukur adalah sebuah hal yang telah melekat pada dirinya. Pemazmur selalu mampu bersyukur kepada Tuhan karena ia sudah terlatih membiasakan diri melakukannya. Ala bisa karena biasa!
Saudara-saudara yang dikasihi di dalam Yesus Kristus,
                Ketika kita berkumpul satu dengan yang lain pada saat ini, di tempat ini, maka nilai apakah yang mendasarinya? Kita berkumpul, tidak lain adalah untuk menyatakan ungkapan syukur kita kepada Tuhan. Juga dimaksudkan untuk berbagi kesaksian kepada sesama, agar orang lain juga bisa datang dan dekat kepada Tuhan. Kita mengucap syukur kepada Tuhan karena terlalu banyak kebaikan yang telah, dan akan terus dilakukan-Nya bagi kita. Memang, kalau kita hanya melihat dengan mata telanjang kita, mungkin banyak kebaikan Tuhan yang akan luput dari perhatian kita. Tetapi apabila kita menyelidikinya dan senantiasa merenung-renungkannya dengan mata iman kita, maka kita pun akan tersadar bahwa ternyata begitu banyak kebajikan Tuhan yang selalu terjadi bagi kita. Tuhan selalu mencurahkan berkat-Nya bagi umat-Nya yang percaya kepada-Nya.
                Memang tidak begitu gampang bagi semua orang untuk bisa datang bersyukur kepada Tuhan. Banyak orang yang merasa tidak ada yang perlu disyukuri. Atau banyak orang yang merasa belum mengalami kebaikan Tuhan atas dirinya. Mengapa? Karena kita belum mengenal sifat-sifat Tuhan karena tidak terbiasa bergaul dengan Tuhan. Kita tidak terbiasa menyelidiki perbuatan-perbuatan dan kebaikan Tuhan di dalam diri kita. Terlalu banyak waktu dan pikiran kita disita oleh hal-hal yang tidak penting dan bersifat duniawi, sehingga kita mengabaikan hal yang utama dalam hidup kita. Padahal Tuhan sudah memberikan kita akal/pikiran agar bisa membaca segala kehendak dan perintah-Nya. Ia memperlengkapi kita dengan sarana untuk bisa memahami maksud dan karya-Nya.
            Pemazmur mengajak kita untuk senantiasa takut kepada Tuhan. Sebab permulaan hikmat adalah takut kepada Tuhan. Takut berarti hormat kepada-Nya.  Takut kepada Tuhan memampukan setiap orang untuk berakal budi yang baik. Akal budi yang baik akan menciptakan perilaku yang baik. Perilaku yang baik akan memungkinkan seseorang untuk memiliki budaya yang baik, termasuk kebiasaan menaikkan puji-pujian dan bersyukur selalu kepada Tuhan.
**Ilustrasi:
Dalam setiap pertunjukan sirkus yang biasa kita saksikan; entah secara langsung, maupun melalui media elektronik, disitu dipertontonkan tentang atraksi-atraksi menakjubkan yang bisa dimainkan oleh hewan-hewan tertentu. Sering dengan kagumnya kita memberikan pujian kepada hewan-hewan tersebut, setiap kali mereka berhasil melakukan atraksi yang diperintahkan oleh pelatihnya. Yang mana atraksi tersebut sebenarnya sering tidak masuk di akal kita kalau semuanya itu bisa dilakukan, namun ternyata bisa. Kita lantas bersorak dan memberikan tepuk tangan. Namun di balik semua kenyatan tersebut, pernahkah kita bertanya tentang faktor apa yang membuat hewan-hewan tersebut bisa melakukan atraksi yang diperintahkan oleh pelatihnya? Jawabannya tidak lain adalah karena adanya proses latihan yang terus menerus. Dan juga adanya hubungan yang baik dengan pelatihnya. Ala bisa karena biasa.
                Bagaimana dengan kita? Mengapa budaya bersyukur sering susah kita lakukan?  Mengapa kita sering begitu susah memuji Tuhan?  Mengapa begitu berat bagi kita untuk melakukan perintah Tuhan? Penyebabnya tidak lain karena faktor tidak biasa. Kita tidak membiasakan diri bergaul dengan Tuhan. Kita tidak membiasakan diri menyelidiki perbuatan-perbuatannya Tuhan yang sungguh ajaib. Kita tidak biasa melatih diri dalam melakukan apa yang dikehendaki Tuhan. Padahal, bukankah kita telah diperlengkapi dengan akal/pikiran oleh Tuhan? Sementara hewan tidak! Seharusnya kita bisa berbuat jauh lebih baik daripada hewan. Namun kenyataannya sering berbicara lain.Hal tersebut hanya bisa terwujud apabila kita memiliki kemauan untuk selalu melatih diri dalam mendengar, memahami dan melakukan firman Tuhan.
            Oleh karena itu, berbahagialah kita semua yang masih bisa bersyukur kepada Tuhan. Sebab rasa syukurlah yang bisa menjadi jembatan hadirnya kebahagiaan.Kiranya Roh Kudus menyertai dan memberkati. Haleluyah!
Amin…!

No comments:

Post a Comment