KEUTUHAN
HIDUP SEBAGAI SUAMI-ISTERI
I Petrus 3 : 1-7)
Saudara-saudara yang dikasi Tuhan,
Memasuki jenjang pernikahan sebagai
prasayarat bagi terbentuknya sebuah keluarga yang baru dan sah merupakan sebuah
moment yang selalu diimpikan oleh setiap orang dalam hidupnya, khususnya bagi yang
belum menikah. Oleh karena itu, setiap saat, banyak orang yang berhayal,
bergumul dan berencana agar moment-moment seperti itu juga boleh dialaminya,
dan tidak terlewatkan dalam hidupnya.
Dan dapat dipastikan bahwa dalam
setiap harinya, selalu saja ada pasangan yang meresmikan status pernikahannya
di muka bumi ini. Adapun mekanisme proses yang dilaluinya tentunya berbeda-beda
sesuai dengan prinsip-prinsip nilai budaya dan keyakinan masing-masing orang
yang dianutnya. Ada pasangan nikah yang mampu mempertahankan keutuhan rumah tangganya
dan menikmati kebahagiaan, namun ada juga yang hanya bertahan sesaat, kemudian
cerai karena ternyata hubungan yang dibangunnya sebelum menikah hanya digiring
oleh buaian dongeng-dongeng cinta yang palsu.
Menyadari kenyataan praktek hidup yang terjadi
dalam pernikahan demikian, Rasul Petrus merasa tertantang dan bertanggungjawab
untuk memberikan pemahaman tentang prinsip iman yang harus dipahami, dipegang
teguh dan dipraktekkan oleh setiap pasangan kristen agar mampu menjaga
kekudusan pernikahannya dan hidup senantiasa dalam keutuhan rumah-tangga sebagai
suami-isteri yang sah. Dalam hal ini, masing-masing pihak; suami maupun isteri
dituntut untuk berperan aktif dan bertanggungjawab dalam mengupayakan keutuhan
hidup dalam rumah-tangganya.
1. Seorang isteri harus berusaha memenangkan
suaminya (1-6)
Seorang
isteri diharapkan mampu melayani suaminya dengan kasih yang murni dan penuh
kesalehan berdasarkan firman Tuhan agar dapat memengkannya hati suaminya di
dalam Kristus. Secara jasmani, seorang isteri memang lemah dibanding suami, namun
justru di balik kelemah-lembutannya sebagai perempuan, setiap isteri yang takut
kepada Tuhan dikaruniai suatu kekuatan yang sangat besar. Oleh karena itu,
dengan kekuatan cintanya-kasihnya yang besar dan mulia, seorang isteri dapat
menempatkan dirinya secara benar untuk mendampingi dan menopang tanggungjawab
kepemimpinan suami sebagai imam dan kepala dalam keluarga.
Seorang
isteri harus mampu merawat dan menjaga kecantikan dirinya; namun yang dimaksud
bukan semata kecantikan lahiriah melainkan yang utama adalah kecantikan
batiniah. Perhiasan yang terlalu mencolok bertentangan dengan sikap keserhanaan
yang diinginkan oleh Allah. Yang dinilai oleh Allah di dalam diri setiap isteri
dari keluarga Kristen adalah sikap yang lemah lembut, yang berusaha untuk
memuliakan Dia dengan menyerahkan dirinya untuk menolong suami dan keluarganya
mencapai kehendak Allah dalam hidup mereka.
2. Seorang suami harus hidup bijaksana dan
menghormati isterinya (ay.7)
Dalam
hal ini, seorang suami dituntut untuk senantiasa hidup bijaksana dan penuh pengertian,
hidup dengan isterinya di dalam kasih yang selaras dengan firman Tuhan. Seorang
suami harus menghormati isterinya sebagai teman pewaris yang setara dari kasih
karunia dan keselamatan Allah. Isteri harus dihormati dan dilindungi.
Menghormati berarti menerima pasangannya sebagaimana adanya dan membantunya
bertumbuh sesuai yang Allah kehendaki.
Rasul
Petrus menunjukkan bahwa seorang suami yang gagal hidup bersama isterinya dalam
cara penuh pengertian dan penghormatan sebagai sesama anak Allah, akan merusak
hubungannya dengan Allah. Dan itu berarti ia menciptakan suatu penghalang bagi
doa-doanya di hadapan Allah.
Saudara-saudara yang dikasihi di dalam Tuhan,
Dengan belajar dari Firman Tuhan tersebut, kita
dapat memahami dimensi rohani yang sangat dalam tentang arti sebuah pernikahan.
Sehingga kita senantiasa dibimbing untuk menempatkan kehidupan kita sebagai
kehidupan yang sungguh-sungguh berkenan di hadapan Tuhan, khususnya melalui peran
kehadiran dalam tanggungjawab kita sebagai suami maupun isteri dalam keluarga. Ketika
perjalan hidup dalam pernikahan terasa berat, setiap pasangan tidak serta merta
menjadikannya sebagai alasan untuk melepas dan membuang cintanya, tetapi justru
disitulah ia dituntut untuk bertahan dalam menyelesaikannya dengan mengandalkan
pertolongan Tuhan. Tidak ada seorang pun yang berada dalam posisi yang lebih dekat
dan lebih baik untuk memenangkan seseorang pada Kristus, kecuali pasangan
hidupnya sendiri. Sebab hubungan suami isteri adalah sebuah hubungan yang
paling pertama dan yang tertua yang diciptakan oleh Allah. Allah jugalah yang
telah merencanakan dan memberkati hubungan pernikahan tersebut dan berjanji
untuk menjaganya. Oleh karena itu, Allahlah, di dalam Kristus Yesus
satu-satunya menjadi dasar yang kokoh bagi terbentuknya sebuah keluarga. Karena
tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang
telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus.
Hakekat janji yang diucapkan dalam setiap pemberkatan
nikah ialah penyerahan diri secara tulus antara satu dengan lainnya. Alkitab
berkata,”Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya, dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Menjadi satu daging
dalam pernikahan bukanlah suatu pelepasan pribadi dan hak-hak pribadi kedua belah
pihak, tetapi justru memperkaya kepribadian keduanya menjalani kehidupan rumah
tangga yang sesungguhnya; yaitu dalam keutuhan hidup sebagai suami-isteri.
Amin!