KETIKA ANAK-ANAK TUHAN
BERHASIL
Bacaan :
Nehemia 2:1-8
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Keberhasilan atau kesuksesan,
senantiasa menjadi dambaan setiap orang. Tidak seorang pun di dunia ini, yang
tidak menginginkan keberhasilan dalam hidupnya. Dalam usaha untuk meraih
keberhasilan, ada berbagai macam cara yang dapat digunakan oleh setiap orang.
Salah satunya yang terkenal adalah dari Machiavelli: menghalalkan segala cara
untuk mencapai keberhasilan. Ini memang adalah salah satu cara untuk mencapai
keberhasilan, namun jelas, ini bukan prinsip Alkitab. Ini bukan cara yang
dikehendaki Allah. Jika persoalannya demikian, maka, apakah Allah kita adalah
Allah yang anti kesuksesan?? Tidak!! Allah kita bukanlah Allah yang anti
kesuksesan. Ia menginginkan setiap anak Tuhan berhasil dalam hidupnya. Tetapi
satu hal yang paling Ia kehendaki ialah, bahwa keberhasilan yang kita capai
itu, kita peroleh melalui cara yang sesuai dengan kehendak-Nya, yaitu yang
tidak bertentangan dengan firman-Nya. Dan Nehemia merupakan salah satu contoh
dari sekian banyak orang-orang yang telah mencapai keberhasilan, tidak dengan
cara-cara yang licik, melainkan dengan bergantung kepada Allah.
Saudara-saudara
yang dikasihi Tuhan,
Kita akan melihat dan merenungkan
bersama, 3 sikap keteladanan dari Nehemia yang dapat membantu kita di zaman
sekarang untuk mencapai keberhasilan yang sama, tanpa harus melanggar Firman
Tuhan.
Teladan
yang pertama adalah, Nehemia mempergunakan kesempatan yang ada dengan bijaksana
Nehemia pertama kali mendengar
berita yang menyedihkan tentang Yerusalem yang ada di sana pada bulan kislew,
yaitu ketika Hanani, salah seorang saudaranya beserta beberapa orang dari
Yehuda, datang ke puri susan dan memberitahukan hal itu kepadanya (1:1).
Mendengar berita itu, Nehemia kemudian menangis dan berkabung, berdoa dan
berpuasa. Di dalam pergumulan dan keprihatinannya akan nasib bangsanya, Nehemia
ingin melakukan sesuatu untuk menolong saudara-saudaranya. Ia ingin melakukan
sesuatu untuk memperbaiki nasib bangsanya. Tetapi, bagaimanakah caranya?
Nehemia sadar bahwa satu-satunya peluang pertolongan yang bisa dia miliki saat
itu untuk menolong bangsanya adalah
melalui raja Artahsasta (1:11). Dari ayat 1 kita dapat melihat, bahwa akhirnya
kesempatan bertugas itu tiba pada bulan Nisan, di mana Nehemia mendapat
kesempatan untuk melayani dalam suatu pesta minum yang diadakan oleh raja.
Menarik untuk kemudian diperhatikan bahwa, dari bulan Kislew saat Nehemia
pertama kali mendengar tentang Yerusalem, sampai pada bulan Nisan, saat dia
memperoleh kesempatan untuk melayani raja, ada selang waktu selama 4 bulan.
Dari 1:4 kita tahu bahwa, dalam masa-masa itu, Nehemia telah melakukan doa dan
puasa. Tapi, apakah hanya sekedar berdoa yang dilakukan Nehemia?? Jika kita
meneliti dengan cermat, jawaban-jawaban yang diberikan oleh Nehemia, maka kita
akan mendapat kesan bahwa jawaban itu begitu terencana, terarah dan sangat
jelas. Nehemia telah meminta surat-surat pengantar untuk bupati-bupati
sepanjang wilayah yang akan dilaluinya selama perjalanannya ke Yehuda. Ia
meminta surat untuk Asaf, pengawas taman raja, guna mendapatkan kayu yang akan
digunakan dalam pembangunan. Ia mengetahui dengan jelas, bagian-bagian mana,
yang perlu diperbaiki dan dibangun. Kemungkinan besar, ini bukan suatu ide atau
pemikiran yang tiba-tiba muncul di dalam pemikiran Nehemia, melainkan ia telah
memikirkan dan memformulasikan secara masak hal-hal yang dibutuhkan sehubungan
dengan rencana pembangunan Yerusalem.
Itu berarti bahwa Nehemia telah memanfaatkan
dengan sangat baik, masa-masa dukacita yang dialaminya, selama masa penantian 4
bulan. Sehingga, ketika kesempatan itu tiba, maka kesempatan itu tidak
dilewatkan dengan begitu saja, tetapi Nehemia memnggunakan kesempatan itu
dengan baik.
Saudara-saudara yang
dikasihi Tuhan,
Jika semut, yang adalah binatang
kecil, selalu menggunakan waktunya dengan baik, bagaimana dengan kita selaku
manusia yang berakal budi? Apakah kita menggunakan kesempatan dengan baik,
selama diberi kesempatan untuk menikmati masa-masa studi? Saat kita diberi
kesempatan untuk bekerja dalam pelayanan Tuhan? Saat kita diberi waktu untuk
hidup di dunia ini, apakah kita telah menggunakannya dengan bertanggungjawab?
Atau kita justru melewatkannya dengan berleha-leha, dengan santai, dan menganut
motto “ah.. masih banyak waktu..” atau kita telah mengisinya dengan sebaik
mungkin, sambil berserah kepada Tuhan.
Teladan
yang kedua adalah, Nehemia menggunakan kata-kata yang bijaksana
Langkah awal telah dilalui Nehemia
dengan baik, namun langkah selanjutnya juga membutuhkan hikmat yang bijaksana
pula. Kesalahan dalam memberi jawaban, maka akan menghancurkan secara
keseluruhan rencana-rencana yang telah dirancang Nehemia. Karena itulah,
Nehemia memulai pembicaraannya dengan cara yang sangat bijaksana, dengan
mengatakan “Hiduplah raja untuk selamanya”. Barulah kemudian ia kemudian
menjelaskan kesedihannya dengan cara dan metode yang sangat baik, dengan
mengatakan: “bagaimana mukaku tidak akan muram, kalau kota, tempat pekuburan
nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya habis
dimakan api? (2:3). Dari jawaban Nehemia ini, sebenarnya kita langsung dapat
menduga bahwa, kota yang Nehemia maksudkan adalah Yerusalem. Namun, dia tidak
terang-terangan mengatakan nama kota itu. Ia hanya memberi sedikit informasi.
Ia tidak berdusta, tetapi ia memilih kata-kata yang tepat untuk menghindari
dampak yang tidak perlu. Dengan demikian, jelas bahwa Nehemia sangat memahami
akan kekuatan dari setiap kata-kata yang diucapkan.
Teladan
yang ketiga, sikap yang bijaksana dalam menanggapi keberhasilan
Nehemia tak pernah memandang
keberhasilannya itu sebagai hasil dari usahanya sendiri. Nehemia sadar bahwa
keberhasilannya hanya dimungkinkan karena campur tangan Allah. Ini terlihat
dari sikap yang diperlihatkannya dalam setiap hal yang harus dihadapinya. Dalam
1:11 sebelum ia melaksanakan rencananya, Nehemia terlebih dahulu menaruh
seluruh rencananya itu kepada Allah. Nehemia mengakui kedaulatan Allah dalam
memberikan keberhasilan pada orang yang dikehendaki-Nya. Sebab itu, ia meminta
biarlah Allah berbelas kasihan dengannya dalam keberhasilan ini. Ketika ia
berhadapan dengan raja (2:4), dan diperhadapkan dengan suatu situasi yang
sulit, disodorkan dengan pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang vital, maka
Nehemia berdoa. Ia memohon pimpinan Tuhan. Suatu doa yang singkat, namun cukup
menggambarkan sikap Nehemia yang sebenarnya terhadap Allah yang diyakininya
sebagai pemberi keberhasilan itu. Suatu sikap di mana Nehemia menyerahkan
pikirannya kepada Allah, sebelum ia membuat sebuah jawaban yang sangat penting.
Sikap Nehemia dalam memandang keberhasilannya sebagai pemberian Allah, sangat
jelas terlihat dalam pengakuan yang diucapkannya dalam ayat 8: “Dan raja
mengabulkan permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku”.
Memang dia telah menggunakan kemampuan-kemampuan pribadinya, namun ia tetap
mengakui kedaulatan Tuhan sebagai pemberi keberhasilan itu.
Saudara-saudara yang
dikasihi Tuhan,
Apa
yang kita petik dari ketiga poin ini?? Seseorang yang sering melecehkan Allah
dengan mengabaikan atau melupakan peran serta Allah di dalam keberhasilannya,
suatu kali, mereka akan merasa jatuh. Tetapi seseorang yang selalu mengakui,
bahwa di balik kesuksesannya, ada tangan Allah yang telah bermurah hati
kepadanya, maka tentu akan terus menerus dipelihara oleh Allah. Jelaslah bahwa,
Nehemia dalam keberhasilannya dapat memberi pengakuan bahwa Allahlah yang telah
memberikan keberhasilan itu. Apakah setelah kita berhasil, kita menganggap bahwa
itu adalah karena kemampuan kita, usaha kita, kerja keras kita dan melupakan
bahwa di belakang semua itu, ada berdiri Allah yang berdaulat. Allah yang telah
memberi kita kesempatan untuk menikmati hasil kerja kita, dengan apa yang kita namakan keberhasilan. Karena itu, jika kita mendapat sesuatu, itu karena Tuhan. Jika kita punya sesuatu, semua itu dari pada-Nya. Jika kita berhasil, itu karena pemberian-Nya. Semua itu anugerah yang semata-mata diberikan-Nya kepada kita. AMIN…
No comments:
Post a Comment