Tuesday, June 9, 2015

BERSYUKURLAH DALAM SEGALA HAL…!



BERSYUKURLAH DALAM SEGALA HAL…!
( 1 Tesalonika 5 : 25 & Markus 6 : 41 )

Saudara-saudara yang dikasihi di dalam Kristus Yesus,
Saat ini, kita berkumpul satu dengan yang lain di tempat ini untuk menyatakan ungkapan syukur kita kepada Allah, Tuhan kita, karena kita percaya bahwa Dialah yang menjadi sumber, bahkan yang empunya hidup dan kehidupan ini. Kita yakin bahwa Dia jugalah yang selalu setia menyertai dan mengatur setiap langkah hidup kita dalam sepanjang masa; termasuk pada
masa-masa yang telah terlewati. Banyak peristiwa dan kenangan yang telah kita alami dan rasakan. Suka dan duka adalah merupakan dua hal yang selalu mewarnai kehidupan ini. Dan kalau saat ini kita berkumpul dalam suasana penuh sukacita bersama dengan keluarga di sini, tentunya karena ada yang mendasarinya. Keluarga sungguh-sungguh merasakan dan menyadari bahwa dalam menjalani hidup dan kehidupan ini, sungguh banyak tantangan dan pergumulan yang dihadapinya, namun di balik semua itu, ternyata begitu  banyak pula peristiwa-peristiwa yang indah dan mengagumkan yang dilakukan oleh Allah terhadapnya ( Pengkhotbah bisa menceriterakan hal-hal yang mendasari ibadah syukur bersama keluarga)
Keluarga menyadari bahwa sebagai orang yang beriman, maka tidak ada alasan baginya untuk tidak mengucap syukur kepada Allah atas kasih setia-Nya. Bahkan, bagi keluarga, mereka meyakini bahwa tidak ada kasih yang lebih indah yang mereka saksikan selain kasih dari Tuhan.
Sehubungan dengan itu, ada satu pertanyaan yang sangat penting untuk direnungkan bersama, yaitu; apakah kita semua yang hadir pada saat ini sungguh-sungguh senantiasa memiliki rasa sukacita dan ungkapan syukur? Dan apakah kita semua sudah memahami, apa sebenarnya makna di balik ungkapan syukur itu? Mungkin ada pula di antara kita saat ini yang berpikir; “ah…,untuk apa saya bersyukur; toh,tidak ada yang perlu disyukuri. Dalam hidup ini sungguh masih terlalu banyak penderitaan, kemiskinan, penyakit dan sebagainya. Menyekolahkan anak-anak, tetapi gagal! Bercocok tanam, tapi saat panen banyak yang rusak dan masih banyak pekerjaan dan usaha-usaha lainnya yang belum berhasil..! Apalagi kalau melihat satu demi satu realitas keseharian kita yang tiada hari tanpa persoalan dan tantangan”.
                Kalau kita berpikir seperti itu, berarti kita hanya fokus untuk mendapatkan/menginginkan pemberian-pemberian Allah saja,  dan mungkin tidak menginginkan Allah itu sendiri. Mungkin terlalu mudah bagi kita untuk menyatakan ungkapan syukur ketika kita sedang merasa berkelimpahan, tetapi mampukah kita menyatakan perasaan dan ungkapan yang sama ketika kita sedang mengalami masalah? Atau masih maukah kita menyatakan ungkapan syukur kepada Allah, ketika apa yang kita rencanakan atau kerjakan belum terwujud sebagaimana yang kita harapkan? 
Firman Tuhan pada saat ini mengajak kita untuk selalu mau mengucap syukur dalam segala hal. Coba kita simak kata ‘dalam segala hal’ tersebut. Apakah maksudnya? Kata ‘dalam segala hal’ ini menunjuk pada segala situasi; baik dalam susah maupun dalam senang. Artinya, kita mengucap syukur bukan hanya pada saat kita merasa berhasil dalam suatu rencana atau pekerjaan saja. Atau saat kita merasa aman-aman saja. Tetapi dalam situasi sulit, situasi di mana kita mungkin merasa kekurangan atau dalam penderitaan sekalipun, kita harus mampu memandang keadaan tersebut dari sisi positif, sehingga kita tetap mengucap syukur. Mungkin kita merasa heran dan bertanya, “apa mungkin kita bisa mengucap syukur dalam situasi yang kurang baik? Dan kalau iya! Lalu, bagaimana caranya?” Caranya adalah dengan melatih diri kita
untuk selalu hidup dalam pengharapan. Sikap hidup yang selalu dalam pengharapan kepada Allah akan terbukti memampukan setiap orang dalam mengatasi segala persoalan hidup ini. Sebab hati yang selalu diliputi sukacita dan pengharapan akan melahirkan pikiran, semangat, tutur kata dan tindakan yang baik dan benar di hadapan Allah; yang selanjutnya akan menjelma  menjadi ungkapan syukur. Hal tersebut lebih kongkrit bisa kita lihat melalui pengalaman dalam pola hidup yang telah dilakukan dan dialami oleh Tuhan kita,Yesus Kristus. Cara hidup Yesus Kristus ketika hadir di dalam dunia ini menunjukkan keteladanan sekaligus menjelaskan arti dan makna mengenai ucapan syukur. Dalam banyak kesempatan, Yesus telah mencontohkan, bahwa ucapan syukur selayaknya muncul dari hati dan mulut kita setiap saat. Renungkanlah peristiwa ketika Yesus hendak memberi makan bagi lima ribu orang. Diceritakan, “…Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, supaya dibagi-bagikan kepada orang-orang itu; begitu juga kedua ikan itu dibagi-bagikan-Nya kepada semua mereka. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti dua belas bakul penuh, selain dari pada sisa-sisa ikan. Yang ikut makan roti itu ada lima ribu orang laki-laki.”
 Dalam keadaan yang begitu sulit dan serba kekurangan; dimana hanya ada lima roti dan dua ekor ikan, sementara yang hendak diberi makan berjumlah ribuan orang, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kita harus tetap mengucap ‘berkat’ (yang mengandung makna rasa syukur dan permohonan atas perkenan Allah bagi kita) terhadap apa yang masih ada, meskipun tinggal sedikit. Dan ternyata, ungkapan syukur itu bisa menjadi jalan bagi terbukanya pintu berkat dari Allah. Dari situasi yang serba kekurangan justru menjadi kelimpahan. Lima roti dan dua ikan bagi lima ribu orang bukannya tidak cukup tetapi malah masih ada yang tersisa. Ungkapan syukur tersebut mengungkapkan rasa ketergantungan kita akan kasih dan kemurahan Allah. Bahwa Allah sendirilah yang akan bertindak mengatur dan mencukupkan kebutuhan kita, walaupun dalam situasi kita yang penuh dengan kekurangan dan keterbatasan. Kasih dan kemurahan itu telah dinyatakan dengan sempurna melalui karya penyelamatan Allah bagi kita di dalam Kristus Yesus. Yesus Kristus menjadi jaminan kehidupan bagi kita, dan itulah alasan kita untuk harus selalu mengucap syukur dalam segala situasi.
Saudara-saudara yang dikasihi di dalam Kristus Yesus
                Kita dapat bersyukur kepada Allah karena kita memegang janjinya bahwa walaupun ada
banyak persoalan di dunia ini, namun Dia tidak akan pernah melupakan umat-Nya. Orang yang berpengharapan tentunya berbeda dengan orang yang tidak berpengharapan. Orang yang tidak  memiliki pengharapan hanya terpaku melihat kesulitan-kesulitan yang menindih hidupnya. Sedangkan orang yang memiliki pengharapan selalu mampu melihat dan meyakini adanya pertolongan yang melampaui segala kesulitan yang ada. Dengan demikian pengharapan memungkinkan kita untuk selalu memiliki sukacita. Sebab Allah pun akan senantiasa mencurahkan berkat-Nya bagi orang-orang yang tekun dalam pengharapan dan tahu mengucap syukur kepada-Nya. Bersyukur adalah kehendak Allah bagi kita. Namun banyak hal yang sering tidak kita syukuri kepada Allah karena kita lupa menghitungnya. Kita begitu sering melupakan dan mengabaikan kebaikan Allah. Bahkan kadang, ketika Allah mengizinkan sedikit saja kesulitan hadir dalam kehidupan kita, kita langsung marah dan bersungut-sungut. Itu adalah sikap yang keliru. Hidup yang selalu bersyukur dan berpengharapan kepada Tuhan akan memberikan kekuatan kepada kita sehingga kita bisa mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada seturut dengan kehendak-Nya. Oleh karena itu, jangan mau dirongrong oleh kecemasan dan kekuatiran, tetapi hiduplah bersandar kepada Allah dan selalu dengan rasa syukur menikmati apa yang Dia berikan. Jadikanlah budaya bersyukur itu sebagai karakter diri sebagai orang yang beriman. Hanya Roh Kuduslah yang bisa dan senantiasa memampukan kita untuk dapat berharap dan bersyukur kepada-Nya dalam segala situasi.
*Ilustrasi:
Di sebuah desa kecil yang setahun sebelumnya hancur karena gempa bumi, tinggal seorang ibu sebatang kara. Ibu ini terkenal dengan semangat hidup dan  kekhasan senyumnya yang lembut dan selalu menghiasi raut wajahnya setiap berjumpa dengan orang lain. Suatu hari , seorang pemuda bertanya kepadanya, “ kenapa ibu selalu tersenyum dan bersukacita? Apakah ibu tidak pernah merasa susah?” Ibu ini menjawab, “Pernah. Setahun yang lalu saya kehilangan semuanya: suami, anak-anak, dan harta benda karena bencana gempa bumi. Saya hanya punya baju di badan tanpa sanak saudara, dan hidup terlunta-lunta.” “Lalu sejak kapan ibu bisa kembali tersenyum?” Tanya pemuda itu lagi. “Sejak saya menyadari , bahwa saya masih memiliki Allah yang akan selalu mengasihiku.” jawab si ibu
Dengan adanya perasaan memiliki dan dimiliki oleh  Allah, maka kita dimungkinkan untuk senantiasa berharap kepada-Nya sehingga boleh mewarisi berkat-berkat-Nya. Memiliki banyak harta tanpa memiliki
Allah adalah sebuah kesia-siaan. Oleh karena itu, carilah dahulu kerajaan Allah beserta kebenarannya maka semuanya akan ditambahkan kepadamu. Bersyukur senantiasa dalam segala hal adalah sebuah tanda atau pernyataan bahwa kita sungguh-sungguh merasa memiliki dan juga dimiliki oleh Allah.  AMIN….!

No comments:

Post a Comment