TETAP MELEKAT PADA
TUHAN MESKI PENDERITAAN MENDEKAT
( 2 Korintus 12 : 7 –
10 )
Dalam konteks kehadiran kita selaku
warga gereja di tengah-tengah persekutuan, mungkin kita sudah tidak asing lagi
dengan sebuah rumusan pengakuan iman yang sering kita ucapkan secara
bersama-sama dalam hampir setiap ibadah. Bahkan mungkin tidak terhitung lagi,
entah sudah berapa kali kita mengucapkannya. Namun, menjadi pertanyaan yaitu,
sudah sejauh manakah kita memahami dan mengimani serta mengimplementasikan
dalam setiap kehidupan kita mengenai arti atau makna yang terkandung dalam
pengakuan iman tersebut? Atau jangan-jangan kita hanya menempatkannya sebagai suatu
bagian formalitas dalam kebaktian semata? Atau sekedar pelengkap akta liturgi
saja, dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan
realitas kehidupan keseharian kita?
Di situ dikatakan bahwa, “Aku
percaya kepada Allah, Bapa yang Maha kuasa, Khalik langit dan bumi……..(dan
kalimat-kalimat seterusnya.)
Rumusan
ini merupakan penjelasan tentang hakekat hidup dari serangkaian keberadaan umat
manusia; yaitu rangkuman dari serangkaian harapan dan keyakinan kita selaku
orang percaya, serta mempertegas posisi
kita sebagai yang dicipatakan, dan posisi atau otoritas Tuhan sebagai Sang
Pencipta dan Pemberi kehidupan.
Menyangkut Pengakuan Iman ini,
mungkin kita semua sudah menghafalnya karena begitu seringnya diucapkan atau
diikrarkan secara bersama-sama, namun toh, dalam realitanya kadang kita
memperlihatkan sikap yang berbeda-beda dalam menjalani kehidupan ini. Termasuk
saat kita menghadapi pergumulan atau penderitaan, kita sering memperlihatkan
sikap dan pandangan yang bertolak belakang.
Secara umum, ada dua sikap yang
sering kita tampilkan pada waktu menghadapi pergumulan atau penderitaan yaitu:
*Sikap
yang pertama, yaitu; ngambek, lalu menjauh dari Tuhan.
*Sikap
yang kedua, yaitu; pasrah dalam pengharapan dan semakin dekat kepada Tuhan.
Sadar atau tidak sadar, sebenarnya
apapun sikap yang kita pilih dan tampilkan, sebenarnya itulah gambaran mengenai
jatidiri kita; tentang siapa dan bagaimana kita sesungguhnya. Jika kita
memperlihatkan sikap yang pertama, yaitu ngambek lalu menjauh dari Tuhan saat
menghadap pencobaan, maka itu menunjukkan kualitas diri dan kadar iman kita
yang sangat rapuh. Atau dapat
dikategorikan sebagai sebuah penghayatan iman yang masih dangkal. Hal itu
menunjukkan karakter diri kita sebagai orang yang mau terima yang
enaknya-enaknya saja. Ikut Tuhan mungkin karena ingin mendapatkan berkat
jasmani saja. lalu kalau datang penderitaan, justru mau berpaling dari Tuhan
sembari menyalahkan-Nya.
Sebaliknya, jika kita
menunjukkan sikap yang kedua, yaitu berusaha untuk tetap percaya, memasrahkan
diri dalam pengharapan dan semakin dekat kepada Tuhan meskipun menghadapi
pergumulan yang sangat berat, berarti kita menunjukkan identitas diri kita
sebagai sosok pribadi yang berkeyakinan
teguh, serta memiliki suatu pengenalan yang benar; tentang siapa dan bagaimana
sesungguhnya Tuhan yang kita sembah.
Saudara-saudara yang
dikasihi di dalam Kristus Yesus,
Ketika Rasul Paulus menghadapi
pencobaan dan pergumulan yang sangat berat, ia berusaha mencari kelepasan dari
duri yang ada dalam dagingnya, namun Tuhan tidak serta merta melepaskannya. Ia
tetap mengalami penderitaan, tetapi justru dalam kondisi demikianlah, Tuhan
menghiburkan sekaligus menjelaskan makna atau maksud yang sesungguhnya di balik
semua penderitaan tersebut. Rasul Paulus mengatakan bahwa ia sudah tiga kali
berseru kepada Tuhan, memohon kiranya iblis itu mundur dari hadapannya. Kiranya
cobaan dan penderitaan itu dijauhkan dari kehidupannya, tetapi Tuhan justru
menjawab permohonannya kata-Nya,”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru
dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Pernyataan Tuhan kepada Rasul
Paulus ini mempertegas maksud dan janji Tuhan bagi dirinya; bahwa di balik
penderitaan sekalipun, Tuhan tetap punya rencana yang terindah, walau
kehadirannya memang kadang menyakitkan. Dan memang benar, justru melalui
pengalaman itu, Rasul Paulus bisa bersikap lebih arif dan bijaksana. Dengan
segala keikhlasan, ia mampu menjalani kelemahan, siksaan, kesukaran,
penganiayaan dan kesesakan, karena semua itu dijalani dalam iman dan
pengharapan kepada Kristus Yesus, yang juga sudah menderita demi dirinya dan
bagi seluruh umat manusia. Karena melalui kelemahan dan kepasrahannyalah maka
ia beroleh penguatan (ay.10). Iman Rasul Paulus tidak tergoyahkan sedikitpun.
Ia tidak kecewa ataupun menyangsikan kasih-setia dan kuasa Tuhan baginya. Ia
tidak bersungut-sungut, ngambek, lalu menjauh meninggalkan Tuhan. Tetapi justu
dalam situasi yang demikian berat ia semakin pasrah melekat kepada Tuhan.
Karena keyakinannya yang kuat, maka ia mampu mengimplementasikan secara nyata
segala pengharapannya dan bergantung sepenuhnya kepada kuasa dan kasih Tuhan.
Rasul Paulus mampu bertahan dalam pengharapan tanpa keraguan sedikitpun walau
ia didera oleh penderitaan yang sangat berat, sebab ia sudah mengenal Allah
dengan benar.
Saudara-saudara yang
dikasihi di dalam Kristus Yesus,
Sikap Paulus dalam menghadapi
penderitaan hendaknya menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita saat ini,
khususnya dalam menghadapi dukacita yang sedang melanda, bahwa iman percaya
kita kepada Tuhan tidak boleh goyah. Justru melalui penderitaan kita dididik
untuk mampu belajar agar bisa memahami
maksud-maksud Tuhan yang ingin dinyatakan-Nya. Kita harus senantiasa berserah
diri dengan sungguh kepada ke-Mahakuasaan Tuhan; sebagai Sang Pencipta, dan
mengimani selalu bahwa Dia pasti punya rencana yang terbaik bagi kita melampau
situasi yang kita alami, dan yang tidak bisa kita selami dengan mengandalkan
akal dan pikiran semata. Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa menjadi orang
beriman berarti otomatis lepas dari segala bentuk penderitaan dan pergumulan.
Tetapi yang firman Tuhan ajarkan ialah bahwa penderitaan akan tetap menjadi
bagian dari kehidupan manusia. Namun dalam iman kepada Tuhan, kita bisa
dimampukan dalam menghadapi dukacita atau penderitaan yang ada. Penderitaan
adalah merupakan realita hidup yang akan dijumpai oleh siapapun. Baik orang
percaya maupun orang yang tidak percaya. Baik orang kaya, maupun orang miskin.
Jangan berpikir bahwa orang percaya tidak mengalami pergumulan, Jangan kira
orang kaya tidak mengalami kesulitan. Jangan kira orang sukses tidak pernah mengalami
hambatan. Setiap jiwa di dalamnya ada pergumulan, bahkan linangan air mata.
Tetapi yang membedakannya adalah sikap dan pandangan setiap orang dalam
menghadapinya. Penderitaan tidak selamanya pertanda buruk, sebab bisa saja
justru merupakan karunia dari Allah. Dalam Filipi 1:29 Rasul Paulus mengatakan
bahwa,”Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus,
melainkan juga untuk menderita untuk Dia.”
Keteladanan yang Rasul Paulus
perlihatkan dalam menghadapi segala bentuk penderitaan, merupakan pola yang
diwarisi dari sikap dan keteladanan yang
telah dilakukan oleh Yesus Kristus. Yesus Kristus ketika bergumul di taman
Getsemani sewaktu hendak menghadapi penderitaa dan kematian, ia juga berharap
kiranya penderitaan itu lalu dari pada-Nya, namun di balik itu semua, Dia pun
sadar bahwa rencana dan kehendak Bapa adalah di atas segala-galanya. Ia percaya
bahwa apaun yang Bapa nyatakan kepada Anak-Nya maka itu adalah yang terbaik,
dan itu harus dijalani. Oleh karena itu, dalam segala kepasrahan-Nya Dia
menyimpulkan seluruh harapan dan keyakinan diri-Nya dengan berdoa kepada Bapa
kata-Nya,”Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripada-Ku;
tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Luk.
22:42).
Yesus tidak mundur dari
penderitaan. Yesus tidak lari dari ancaman kematian. Tetapi Dia menjalaninya
dalam kepasrahan kepada Bapa, dan terbukti bahwa melalui peristiwa kematian,
Yesus dibangkitkan. Kebangkitan Yesus mematahkan segala keraguan dan ketakutan
dalam menghadapi vonis kematian. Dia
telah memberi pemahaman baru tentang arti penderitaan dan kematian serta
menyediakan kemungkinan lain yang sangat indah di balik cengkeraman maut dan
membuka pintu bagi kehidupan yang baru yaitu kehidupan yang kekal.
Belajar dari pengalaman rohani
melalui peristiwa tersebut, maka marilah kita menyatakan ketergantungan kita
kepada Tuhan, dalam situasi apapun. Jangan ragu, apalagi kecewa bila melihat
kenyataan-kenyataan yang Tuhan sementara nyatakan saat ini, sebab penderitaan,
kelemahan dan kedukaan yang kita alami saat ini adalah sebuah proses dimana
Tuhan mau membuka cakrawala iman kita agar bisa menyaksikan karya dan
rencana-Nya. Sebab saat kita lemah, di situlah Tuhan memberi kekuatan. Saat
kita berduka, di situlah Roh Kudus senantiasa menyatakan penghiburan-Nya.
Ketika kita berdoa dan jawabannya mungkin tidak terjadi persis seperti yang
kita harapkan dan pikirkan, maka jangan bimbang sebab Tuhan lebih tahu yang
terbaik untuk kita. Karena tidak mungkin ada kebangkitan tanpa kematian. Jadi, marilah
kita senantiasa percaya dan tetap melekat dalam pengharan kepada Tuhan meski
penderitaan mendekat.
*Ilustrasi:
Pada
suatu hari, seekor anak kerang di dasar laut mengadu kepada bapaknya, sebab
sebutir pasir tajam masuk ke dalam tubuhnya yang merah dan lembek. Lalu sang
bapak menjawab,”Anakku,Tuhan tidak memberikan kepada kita (bagi bangsa kerang)
sebuah tangan pun untuk mengeluarkan pasir itu. Oleh karena itu terimalah itu
dengan kesabaran dan kuatkanlah hatimu. Kerahkanlah semangatmu melawan rasa
sakit yang ada. Balutlah butir pasir itu dengan getah perutmu, karena hanya itu
yang bisa kamu perbuat.” Anak kerang itupun mendengarkan, lalu segera melakukan
saran bapaknya. Dengan berlinang air mata, berbulan-bulan ia berjuang melawan
rasa sakit itu. Namun tanpa disadari, sebutir mutiara mulai terbentuk dalam
dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakitpun makin berkurang. Akhirnya
sesudah satu tahun, dari butiran pasir yang kecil yang dulunya menyakitkan
berubah menjadi sebuah mutiara besar, utuh, mengkilap dan mahal, telah
terbentuk sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara. Dukacita berganti
sukacita.
Ternyata ada hikmah yang
tersimpan di balik setiap penderitaan yang kita alami.Tuhan kiranya memberkati dan menghiburkan. AMIN…! (RPM)
No comments:
Post a Comment