Thursday, June 4, 2015

TETAP MELEKAT PADA TUHAN MESKI PENDERITAAN MENDEKAT



TETAP MELEKAT PADA TUHAN MESKI PENDERITAAN MENDEKAT
( 2 Korintus 12 : 7 – 10 )


Dalam konteks kehadiran kita selaku warga gereja di tengah-tengah persekutuan, mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan sebuah rumusan pengakuan iman yang sering kita ucapkan secara bersama-sama dalam hampir setiap ibadah. Bahkan mungkin tidak terhitung lagi, entah sudah berapa kali kita mengucapkannya. Namun, menjadi pertanyaan yaitu, sudah sejauh manakah kita memahami dan mengimani serta mengimplementasikan dalam setiap kehidupan kita mengenai arti atau makna yang terkandung dalam pengakuan iman tersebut? Atau jangan-jangan kita hanya menempatkannya sebagai suatu bagian formalitas dalam kebaktian semata? Atau sekedar pelengkap akta liturgi saja, dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan realitas kehidupan keseharian kita?
                Di situ dikatakan bahwa, “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Maha kuasa, Khalik langit dan bumi……..(dan kalimat-kalimat seterusnya.)
Rumusan ini merupakan penjelasan tentang hakekat hidup dari serangkaian keberadaan umat manusia; yaitu rangkuman dari serangkaian harapan dan keyakinan kita selaku orang percaya, serta mempertegas posisi  kita sebagai yang dicipatakan, dan posisi atau otoritas Tuhan sebagai Sang Pencipta dan Pemberi kehidupan.
Menyangkut Pengakuan Iman ini, mungkin kita semua sudah menghafalnya karena begitu seringnya diucapkan atau diikrarkan secara bersama-sama, namun toh, dalam realitanya kadang kita memperlihatkan sikap yang berbeda-beda dalam menjalani kehidupan ini. Termasuk saat kita menghadapi pergumulan atau penderitaan, kita sering memperlihatkan sikap dan pandangan yang bertolak belakang.
                Secara umum, ada dua sikap yang sering kita tampilkan pada waktu menghadapi pergumulan atau penderitaan yaitu:
*Sikap yang pertama, yaitu; ngambek, lalu menjauh dari Tuhan.
*Sikap yang kedua, yaitu; pasrah dalam pengharapan dan semakin dekat kepada Tuhan.
Sadar atau tidak sadar, sebenarnya apapun sikap yang kita pilih dan tampilkan, sebenarnya itulah gambaran mengenai jatidiri kita; tentang siapa dan bagaimana kita sesungguhnya. Jika kita memperlihatkan sikap yang pertama, yaitu ngambek lalu menjauh dari Tuhan saat menghadap pencobaan, maka itu menunjukkan kualitas diri dan kadar iman kita yang sangat rapuh.  Atau dapat dikategorikan sebagai sebuah penghayatan iman yang masih dangkal. Hal itu menunjukkan karakter diri kita sebagai orang yang mau terima yang enaknya-enaknya saja. Ikut Tuhan mungkin karena ingin mendapatkan berkat jasmani saja. lalu kalau datang penderitaan, justru mau berpaling dari Tuhan sembari menyalahkan-Nya.
                Sebaliknya, jika kita menunjukkan sikap yang kedua, yaitu berusaha untuk tetap percaya, memasrahkan diri dalam pengharapan dan semakin dekat kepada Tuhan meskipun menghadapi pergumulan yang sangat berat, berarti kita menunjukkan identitas diri kita sebagai sosok pribadi yang  berkeyakinan teguh, serta memiliki suatu pengenalan yang benar; tentang siapa dan bagaimana sesungguhnya Tuhan yang kita sembah.
Saudara-saudara yang dikasihi di dalam Kristus Yesus,
Ketika Rasul Paulus menghadapi pencobaan dan pergumulan yang sangat berat, ia berusaha mencari kelepasan dari duri yang ada dalam dagingnya, namun Tuhan tidak serta merta melepaskannya. Ia tetap mengalami penderitaan, tetapi justru dalam kondisi demikianlah, Tuhan menghiburkan sekaligus menjelaskan makna atau maksud yang sesungguhnya di balik semua penderitaan tersebut. Rasul Paulus mengatakan bahwa ia sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, memohon kiranya iblis itu mundur dari hadapannya. Kiranya cobaan dan penderitaan itu dijauhkan dari kehidupannya, tetapi Tuhan justru menjawab permohonannya kata-Nya,”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Pernyataan Tuhan kepada Rasul Paulus ini mempertegas maksud dan janji Tuhan bagi dirinya; bahwa di balik penderitaan sekalipun, Tuhan tetap punya rencana yang terindah, walau kehadirannya memang kadang menyakitkan. Dan memang benar, justru melalui pengalaman itu, Rasul Paulus bisa bersikap lebih arif dan bijaksana. Dengan segala keikhlasan, ia mampu menjalani kelemahan, siksaan, kesukaran, penganiayaan dan kesesakan, karena semua itu dijalani dalam iman dan pengharapan kepada Kristus Yesus, yang juga sudah menderita demi dirinya dan bagi seluruh umat manusia. Karena melalui kelemahan dan kepasrahannyalah maka ia beroleh penguatan (ay.10). Iman Rasul Paulus tidak tergoyahkan sedikitpun. Ia tidak kecewa ataupun menyangsikan kasih-setia dan kuasa Tuhan baginya. Ia tidak bersungut-sungut, ngambek, lalu menjauh meninggalkan Tuhan. Tetapi justu dalam situasi yang demikian berat ia semakin pasrah melekat kepada Tuhan. Karena keyakinannya yang kuat, maka ia mampu mengimplementasikan secara nyata segala pengharapannya dan bergantung sepenuhnya kepada kuasa dan kasih Tuhan. Rasul Paulus mampu bertahan dalam pengharapan tanpa keraguan sedikitpun walau ia didera oleh penderitaan yang sangat berat, sebab ia sudah mengenal Allah dengan benar.
Saudara-saudara yang dikasihi di dalam Kristus Yesus,
Sikap Paulus dalam menghadapi penderitaan hendaknya menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita saat ini, khususnya dalam menghadapi dukacita yang sedang melanda, bahwa iman percaya kita kepada Tuhan tidak boleh goyah. Justru melalui penderitaan kita dididik untuk mampu belajar agar bisa  memahami maksud-maksud Tuhan yang ingin dinyatakan-Nya. Kita harus senantiasa berserah diri dengan sungguh kepada ke-Mahakuasaan Tuhan; sebagai Sang Pencipta, dan mengimani selalu bahwa Dia pasti punya rencana yang terbaik bagi kita melampau situasi yang kita alami, dan yang tidak bisa kita selami dengan mengandalkan akal dan pikiran semata. Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa menjadi orang beriman berarti otomatis lepas dari segala bentuk penderitaan dan pergumulan. Tetapi yang firman Tuhan ajarkan ialah bahwa penderitaan akan tetap menjadi bagian dari kehidupan manusia. Namun dalam iman kepada Tuhan, kita bisa dimampukan dalam menghadapi dukacita atau penderitaan yang ada. Penderitaan adalah merupakan realita hidup yang akan dijumpai oleh siapapun. Baik orang percaya maupun orang yang tidak percaya. Baik orang kaya, maupun orang miskin. Jangan berpikir bahwa orang percaya tidak mengalami pergumulan, Jangan kira orang kaya tidak mengalami kesulitan. Jangan kira orang sukses tidak pernah mengalami hambatan. Setiap jiwa di dalamnya ada pergumulan, bahkan linangan air mata. Tetapi yang membedakannya adalah sikap dan pandangan setiap orang dalam menghadapinya. Penderitaan tidak selamanya pertanda buruk, sebab bisa saja justru merupakan karunia dari Allah. Dalam Filipi 1:29 Rasul Paulus mengatakan bahwa,”Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia.” 
                Keteladanan yang Rasul Paulus perlihatkan dalam menghadapi segala bentuk penderitaan, merupakan pola yang diwarisi dari sikap dan  keteladanan yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus. Yesus Kristus ketika bergumul di taman Getsemani sewaktu hendak menghadapi penderitaa dan kematian, ia juga berharap kiranya penderitaan itu lalu dari pada-Nya, namun di balik itu semua, Dia pun sadar bahwa rencana dan kehendak Bapa adalah di atas segala-galanya. Ia percaya bahwa apaun yang Bapa nyatakan kepada Anak-Nya maka itu adalah yang terbaik, dan itu harus dijalani. Oleh karena itu, dalam segala kepasrahan-Nya Dia menyimpulkan seluruh harapan dan keyakinan diri-Nya dengan berdoa kepada Bapa kata-Nya,”Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Luk. 22:42).
                Yesus tidak mundur dari penderitaan. Yesus tidak lari dari ancaman kematian. Tetapi Dia menjalaninya dalam kepasrahan kepada Bapa, dan terbukti bahwa melalui peristiwa kematian, Yesus dibangkitkan. Kebangkitan Yesus mematahkan segala keraguan dan ketakutan dalam menghadapi vonis kematian.  Dia telah memberi pemahaman baru tentang arti penderitaan dan kematian serta menyediakan kemungkinan lain yang sangat indah di balik cengkeraman maut dan membuka pintu bagi kehidupan yang baru yaitu kehidupan yang kekal.
                Belajar dari pengalaman rohani melalui peristiwa tersebut, maka marilah kita menyatakan ketergantungan kita kepada Tuhan, dalam situasi apapun. Jangan ragu, apalagi kecewa bila melihat kenyataan-kenyataan yang Tuhan sementara nyatakan saat ini, sebab penderitaan, kelemahan dan kedukaan yang kita alami saat ini adalah sebuah proses dimana Tuhan mau membuka cakrawala iman kita agar bisa menyaksikan karya dan rencana-Nya. Sebab saat kita lemah, di situlah Tuhan memberi kekuatan. Saat kita berduka, di situlah Roh Kudus senantiasa menyatakan penghiburan-Nya. Ketika kita berdoa dan jawabannya mungkin tidak terjadi persis seperti yang kita harapkan dan pikirkan, maka jangan bimbang sebab Tuhan lebih tahu yang terbaik untuk kita. Karena tidak mungkin ada kebangkitan tanpa kematian. Jadi, marilah kita senantiasa percaya dan tetap melekat dalam pengharan kepada Tuhan meski penderitaan mendekat.
*Ilustrasi:
Pada suatu hari, seekor anak kerang di dasar laut mengadu kepada bapaknya, sebab sebutir pasir tajam masuk ke dalam tubuhnya yang merah dan lembek. Lalu sang bapak menjawab,”Anakku,Tuhan tidak memberikan kepada kita (bagi bangsa kerang) sebuah tangan pun untuk mengeluarkan pasir itu. Oleh karena itu terimalah itu dengan kesabaran dan kuatkanlah hatimu. Kerahkanlah semangatmu melawan rasa sakit yang ada. Balutlah butir pasir itu dengan getah perutmu, karena hanya itu yang bisa kamu perbuat.” Anak kerang itupun mendengarkan, lalu segera melakukan saran bapaknya. Dengan berlinang air mata, berbulan-bulan ia berjuang melawan rasa sakit itu. Namun tanpa disadari, sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakitpun makin berkurang. Akhirnya sesudah satu tahun, dari butiran pasir yang kecil yang dulunya menyakitkan berubah menjadi sebuah mutiara besar, utuh, mengkilap dan mahal, telah terbentuk sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara. Dukacita berganti sukacita.
                Ternyata ada hikmah yang tersimpan di balik setiap penderitaan yang kita alami.Tuhan kiranya  memberkati dan menghiburkan. AMIN…! (RPM)

No comments:

Post a Comment