BERSYUKURLAH DALAM
SEGALA HAL…!
(
1 Tesalonika 5 : 25 & Markus 6 : 41 )
Saudara-saudara yang
dikasihi di dalam Kristus Yesus,
Saat ini, kita berkumpul satu dengan
yang lain di tempat ini untuk menyatakan ungkapan syukur kita kepada Allah,
Tuhan kita, karena kita percaya bahwa Dialah yang menjadi sumber, bahkan yang
empunya hidup dan kehidupan ini. Kita yakin bahwa Dia jugalah yang selalu setia
menyertai dan mengatur setiap langkah hidup kita dalam sepanjang masa; termasuk
pada masa-masa yang telah terlewati. Banyak peristiwa dan kenangan yang telah
kita alami dan rasakan. banyak pula peristiwa-peristiwa yang indah
dan mengagumkan yang dilakukan oleh Allah terhadapnya ( Pengkhotbah bisa
menceriterakan hal-hal yang mendasari ibadah syukur bersama keluarga…………………
Suka dan duka adalah merupakan dua hal yang selalu
mewarnai kehidupan ini. Dan kalau saat ini kita berkumpul dalam suasana penuh
sukacita bersama dengan keluarga di sini, tentunya karena ada yang
mendasarinya. Keluarga sungguh-sungguh merasakan dan menyadari bahwa dalam
menjalani hidup dan kehidupan ini, sungguh banyak tantangan dan pergumulan yang
dihadapinya, namun di balik semua itu, ternyata begitu
Keluarga menyadari bahwa sebagai
orang yang beriman, maka tidak ada alasan baginya untuk tidak mengucap syukur
kepada Allah atas kasih setia-Nya. Bahkan, bagi keluarga, mereka meyakini bahwa
tidak ada kasih yang lebih indah yang mereka saksikan selain kasih dari Tuhan.
Sehubungan dengan itu, ada satu
pertanyaan yang sangat penting untuk direnungkan bersama, yaitu; apakah kita
semua yang hadir pada saat ini sungguh-sungguh senantiasa memiliki rasa
sukacita dan ungkapan syukur? Dan apakah kita semua sudah memahami, apa
sebenarnya makna di balik ungkapan syukur itu? Mungkin ada pula di antara kita
saat ini yang berpikir; “ah…,untuk apa saya bersyukur; toh,tidak ada yang perlu
disyukuri. Dalam hidup ini sungguh masih terlalu banyak penderitaan,
kemiskinan, penyakit dan sebagainya. Menyekolahkan anak-anak, tetapi gagal!
Bercocok tanam, tapi saat panen banyak yang rusak dan masih banyak pekerjaan
dan usaha-usaha lainnya yang belum berhasil..! Apalagi kalau melihat satu demi
satu realitas keseharian kita yang tiada hari tanpa persoalan dan tantangan”.
Kalau kita berpikir seperti itu,
berarti kita hanya fokus untuk mendapatkan/menginginkan pemberian-pemberian
Allah saja, dan mungkin tidak menginginkan
Allah itu sendiri. Mungkin terlalu mudah bagi kita untuk menyatakan ungkapan
syukur ketika kita sedang merasa berkelimpahan, tetapi mampukah kita menyatakan
perasaan dan ungkapan yang sama ketika kita sedang mengalami masalah? Atau
masih maukah kita menyatakan ungkapan syukur kepada Allah, ketika apa yang kita
rencanakan atau kerjakan belum terwujud sebagaimana yang kita harapkan?
Firman Tuhan pada saat ini mengajak
kita untuk selalu mau mengucap syukur dalam segala hal. Coba kita simak kata
‘dalam segala hal’ tersebut. Apakah maksudnya? Kata ‘dalam segala hal’ ini
menunjuk pada segala situasi; baik dalam susah maupun dalam senang. Artinya,
kita mengucap syukur bukan hanya pada saat kita merasa berhasil dalam suatu
rencana atau pekerjaan saja. Atau saat kita merasa aman-aman saja. Tetapi dalam
situasi sulit, situasi di mana kita mungkin merasa kekurangan atau dalam
penderitaan
sekalipun, kita harus mampu memandang keadaan tersebut dari sisi
positif, sehingga kita tetap mengucap syukur. Mungkin kita merasa heran dan
bertanya, “apa mungkin kita bisa mengucap syukur dalam situasi yang kurang
baik? Dan kalau iya! Lalu, bagaimana caranya?” Caranya adalah dengan melatih
diri kita untuk selalu hidup dalam pengharapan. Sikap hidup yang selalu dalam
pengharapan kepada Allah akan terbukti memampukan setiap orang dalam mengatasi
segala persoalan hidup ini. Sebab hati yang selalu diliputi sukacita dan
pengharapan akan melahirkan pikiran, semangat, tutur kata dan tindakan yang
baik dan benar di hadapan Allah; yang selanjutnya akan menjelma menjadi ungkapan syukur. Hal tersebut lebih
kongkrit bisa kita lihat melalui pengalaman dalam pola hidup yang telah
dilakukan dan dialami oleh Tuhan kita,Yesus Kristus. Cara hidup Yesus Kristus
ketika hadir di dalam dunia ini menunjukkan keteladanan sekaligus menjelaskan
arti dan makna mengenai ucapan syukur. Dalam banyak kesempatan, Yesus telah
mencontohkan, bahwa ucapan syukur selayaknya muncul dari hati dan mulut kita
setiap saat. Renungkanlah peristiwa ketika Yesus hendak memberi makan bagi lima
ribu orang. Diceritakan, “…Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu,
Ia menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan
memberikannya kepada murid-murid-Nya, supaya dibagi-bagikan kepada orang-orang
itu; begitu juga kedua ikan itu dibagi-bagikan-Nya kepada semua mereka. Dan
mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan
potongan-potongan roti dua belas bakul penuh, selain dari pada sisa-sisa ikan.
Yang ikut makan roti itu ada lima ribu orang laki-laki.”
Dalam keadaan yang begitu sulit dan serba
kekurangan; dimana hanya ada lima roti dan dua ekor ikan, sementara yang hendak
diberi makan berjumlah ribuan orang, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kita harus
tetap mengucap ‘berkat’ (yang mengandung makna rasa syukur dan permohonan atas
perkenan Allah bagi kita) terhadap apa yang masih ada, meskipun tinggal
sedikit. Dan ternyata, ungkapan syukur itu bisa menjadi jalan bagi terbukanya
pintu berkat dari Allah. Dari situasi yang serba kekurangan justru menjadi
kelimpahan. Lima roti dan dua ikan bagi lima ribu orang bukannya tidak cukup
tetapi malah masih ada yang tersisa. Ungkapan syukur tersebut mengungkapkan
rasa ketergantungan kita akan kasih dan kemurahan Allah. Bahwa Allah sendirilah
yang akan bertindak mengatur dan mencukupkan kebutuhan kita, walaupun dalam
situasi kita yang penuh dengan kekurangan dan keterbatasan. Kasih dan kemurahan
itu telah dinyatakan dengan sempurna melalui karya penyelamatan Allah bagi kita
di dalam Kristus Yesus. Yesus Kristus menjadi jaminan kehidupan bagi kita, dan
itulah alasan kita untuk harus selalu mengucap syukur dalam segala situasi.
Saudara-saudara yang
dikasihi di dalam Kristus Yesus
Kita
dapat bersyukur kepada Allah karena kita memegang janjinya bahwa walaupun ada
banyak persoalan di dunia ini, namun Dia tidak akan pernah melupakan umat-Nya.
Orang yang berpengharapan tentunya berbeda dengan orang yang tidak
berpengharapan. Orang yang tidak
memiliki pengharapan hanya terpaku melihat kesulitan-kesulitan yang
menindih hidupnya. Sedangkan orang yang memiliki pengharapan selalu mampu
melihat dan meyakini adanya pertolongan yang melampaui segala kesulitan yang
ada. Dengan demikian pengharapan memungkinkan kita untuk selalu memiliki
sukacita. Sebab Allah pun akan senantiasa mencurahkan berkat-Nya bagi
orang-orang yang tekun dalam pengharapan dan tahu mengucap syukur kepada-Nya.
Bersyukur adalah kehendak
Allah bagi kita. Namun banyak hal yang sering tidak
kita syukuri kepada Allah karena kita lupa menghitungnya. Kita begitu sering
melupakan dan mengabaikan kebaikan Allah. Bahkan kadang, ketika Allah
mengizinkan sedikit saja kesulitan hadir dalam kehidupan kita, kita langsung
marah dan bersungut-sungut. Itu adalah sikap yang keliru. Hidup yang selalu
bersyukur dan berpengharapan kepada Tuhan akan memberikan kekuatan kepada kita
sehingga kita bisa mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada seturut dengan
kehendak-Nya. Oleh karena itu, jangan mau dirongrong oleh kecemasan dan
kekuatiran, tetapi hiduplah bersandar kepada Allah dan selalu dengan rasa
syukur menikmati apa yang Dia berikan. Jadikanlah budaya bersyukur itu sebagai
karakter diri sebagai orang yang beriman. Hanya Roh Kuduslah yang bisa dan
senantiasa memampukan kita untuk dapat berharap dan bersyukur kepada-Nya dalam
segala situasi.
*Ilustrasi:
Di
sebuah desa kecil yang setahun sebelumnya hancur karena gempa bumi, tinggal
seorang ibu sebatang kara. Ibu ini terkenal dengan semangat hidup dan kekhasan senyumnya yang lembut dan selalu
menghiasi raut wajahnya setiap berjumpa dengan orang lain. Suatu hari , seorang
pemuda bertanya kepadanya, “ kenapa ibu selalu tersenyum dan bersukacita?
Apakah ibu tidak pernah merasa susah?” Ibu ini menjawab, “Pernah. Setahun yang
lalu saya kehilangan semuanya: suami, anak-anak, dan harta benda karena bencana
gempa bumi. Saya hanya punya baju di badan tanpa sanak saudara, dan hidup
terlunta-lunta.” “Lalu sejak kapan ibu bisa kembali tersenyum?” Tanya pemuda
itu lagi. “Sejak saya menyadari , bahwa saya masih memiliki Allah yang akan selalu
mengasihiku.” jawab si ibu
Dengan
adanya perasaan memiliki dan dimiliki oleh
Allah, maka kita dimungkinkan untuk senantiasa berharap kepada-Nya
sehingga boleh mewarisi berkat-berkat-Nya. Memiliki banyak harta tanpa memiliki
Allah adalah sebuah kesia-siaan. Oleh karena itu, carilah dahulu kerajaan Allah
beserta kebenarannya maka semuanya akan ditambahkan kepadamu. Bersyukur
senantiasa dalam segala hal adalah sebuah tanda atau pernyataan bahwa kita
sungguh-sungguh merasa memiliki dan juga dimiliki oleh Allah. AMIN….!
No comments:
Post a Comment