“BERSAKIT-SAKIT
MELULU, BERSENANG-SENANG KAPAN…?”
( 1 Raja-raja 18 : 20
– 39 )
Saudara-saudara yang dikasihi di
dalam Yesus Kristus,
Mungkin ada berbagai macam respon berupa pertanyaan
atau kesan yang muncul dalam hati dan pikiran kita, ketika membaca atau
mendengarkan topik renungan kita pada saat ini.
Pertama,
mungkin terkesan agak lucu, karena istilah ini mirip, namun sudah berbeda makna
dengan istilah yang sudah lasim dan
sering kita ucapkan atau dengarkan, yaitu: ‘bersakit-sakit dahulu,
bersenang-senang kemudian’. Atau dalam bahasa yang lain, ‘berakit-rakit ke
hulu, berenang-renang ke tepian’.
Kedua,
mungkin kita agak tersentak, dan kurang setuju serta menilai bahwa topik
renungan ini terlalu pesimis/skeptis dan tidak mengandung unsur motivasi
(penyemangat) di dalamnya.
Iya, benar. Istilah ini merupakan
pelesetan dari slogan tersebut sekaligus bentuk refleksi
(perenungan) terhadap
realita kehidupan kita. Mengapa dipelesetkan seperti itu? Karena pola
perjalanan kehidupan kita keseharian sering memperlihatkan sikap dan pandangan
seperti itu., Entah sadar atau tidak, slogan ‘bersakit-sakit dahulu,
bersenang-senang kemudian’ kadang tidak terlalu menjiwai lagi kehidupan kita
selaku orang Kristen ( walaupun tidak semuanya). Tetapi yang sering muncul
adalah sikap dan keluhan-keluhan dalam berbagai bentuk, yang mungkin tewakili
oleh ungkapan,’bersakit-sakit melulu, bersenang-senang kapan…?
Situasi dan pergumulan hidup yang
dialami dari waktu ke waktu sering membuat kita bingung sehingga kadang kita
masa bodoh dan bersikap seolah-olah menggugat iman pengharapan kita sendiri
selaku orang Kristen. Sering muncul pertanyaan-pertanyaan dalam hati dan
pikiran kita bahwa, kalau Tuhan sungguh-sungguh peduli dengan kehidupan kita,
mengapa hidup ini justru didominasi oleh berbagai penderitaan dan kegagalan
dibanding kesenangan dan keberhasilan? Kondisi tersebut akhirnya sering
menggiring kita pada sikap dan cara berpikir aji mumpung yang bersifat instant
(sesaat), dan sering terjebak dalam sikap spekulasi (untung-untungan) lalu
mendua hati di hadapan Tuhan.
Saudara-saudara yang dikasihi di
dalam Yesus Kristus,
Kenyataan seperti itu, sering
juga dialami oleh bangsa Israel. Dalam kehadirannya selaku umat pilihan Tuhan,
yang diberikan tugas oleh Allah untuk menjadi teladan bagi sesamanya, bangsa
Israel pun tidak luput dari berbagai situasi hidup yang sering membuat mereka
bergumul. Penderitaan dan tekanan- tekanan hidup yang mereka alami, terkadang
membuat mereka mulai menyangsikan kasih dan penyertaan Tuhan. Akibanya, mereka
sering tergoda dengan praktek-praktek kehidupan dalam kepercayaan yang
menduakan dan mendukakan Allah.
Pembacaan kita pada saat ini
merupakan seruan yang disampaikan oleh Nabi Elia kepada bangsa Israel ketika
Ahab menjadi raja atas Israel, sebab banyak orang Israel sudah berpaling dari
Allah dan menyembah baal. Pada waktu itu terjadi kemerosotan yang sangat dalam
di bidang moral dan keagamaan. Di Israel
telah hadir 450 nabi baal, sedangkan nabi yang masih bertahan untuk bergantung
kepada Tuhan Allah, tinggal Elia seorang diri. Jadi bisa dibayangkan bagaimana
beratnya situasi dan pergumulan yang dihadapi oleh Eia.
Menghadapi kenyataan tersebut,
Nabi Elia menyoroti bangsa Israel. Dengan keras Ia menegur, katanya, “berapa
lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau Tuhan itu Allah,
ikutilah Dia, dan kalau baal ikutilah dia.” (ay.21). Bangsa Israel dituntut
untuk menentukan pilihan; memilih Tuhan Allah atau memilih baal? Mereka diam,
bingung! Ragu-ragu! Namun, setelah melalui proses yang panjang dan menegangkan,
akhirnya bangsa Israel mampu menentukan
pilihan. Mereka memilih Tuhan Allah dan mereka pun menyaksikan bahwa Tuhan,
Dialah Allah yang Maha kuasa. Mereka pun sujud menyembah-Nya! Kuasa Tuhan
terjadi atas bangsa Israil dan Elia
(ay.39).
Saudara-saudara yang dikasihi di
dalam Yesus Kristus,
Kita pun menyadari bahwa dalam
menjalani hidup ini, sungguh terdapat banyak persimpangan di depan kita. Jika
kita tidak hati-hati atau kurang cermat, maka kita bisa menempuh jalan yang
salah dan akan membawa kita kepada kesesatan. Memang, tidak mudah untuk
menentukan pilihan menuju jalan yang benar, jikalau kita mengabaikan
rambu-rambu yang ada. Tetapi, jika kita memperhatikan rambu-rambu dengan
seksama, maka arah jalan yang benar menjadi jelas. Kebingungan sering muncul
dalam menghadapi kenyataan hidup ini karena jalan menuju kepada kesesatan dan
kebinasaan seringkali terasa atau kelihatan ‘lebih mulus’, daripada jalan
menuju kebenaran dan kebahagiaan. Apalagi kalau kita menyadari bahwa perjalanan
kita masih jauh dan berat untuk bisa tiba pada tujuan, biasanya kita lebih suka
menempuh jalan pintas.
Menentukan sebuah pilihan
bukanlah perkara yang gampang. Inikah, atau yang itukah? Semuanya membutuhkan
suatu pertimbangan yang matang, sekaligus keberanian untuk menanggung
resiki-resiko yang ditimbulkannya. Tetapi terkadang juga, terlalu gampang kita
mengatakan, ”Ah, sembarang! Terserah, tidak apa-apa! Yang mana sajalah!”
Memang, kalau kita berbicara
soal pilihan menyangkut makanan atau minuman- susu atau kopi misalnya, memang
tidak terlalu soal (walau tidak dapat disangkali juga bahwa makanan dan minuman
yang tidak tepat dan tidak cocok bagi tubuh, dapat merusak kesehatan). Bisa
saja kita menjwab, “ah, sembarang! Bisa kopi, bisa susu! Bisa juga kopi-susu!
Gitu aja, kog repot!” Tetapi bagaimana kalau kita bersikap demikian gampangan
terhadap hidup dan keimanan kita? Atau menyangkut hubungan kita dengan Tuhan?
Bisakah kita katakan, yang mana saja? Sembarang, tidak apa-apa? Yakinlah, bahwa
kalau kita bersikap demikian, otomatis resikonya sangat fatal bagi kelangsungan
hidup kita!
Firman-Nya menuntut kita untuk
selalu berani mengambil keputusan iman dalam hidup ini, dengan segala
resikonya. Memilih Allah Sang Pencipta, atau memilih illah lain; ciptaan
manusia. Keputusan itu tidak boleh setengah-setengah. Atau mendua hati. Sebab
tidak ada keimanan yang ‘part time’ (Separuh waktu untuk Tuhan dan separuh
untuk ilah lain). Tidak ada orang yang mengaku Kristen dimana separuh tubuhnya
dipersembahkan bagi kemuliaan Tuhan dan separuh untuk memuliakan ‘kuasa dunia’.
Atau dalam waktu yang bersamaan, sementara tubuhnya sujud menyembah kepada
Tuhan Allah, sementara juga hatinya mengharapkan pertolongan ilah lain. Yesus
sendiri pernah mengatakan,” Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan.
Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang, dan mengasihi yang lain.
Yakobus pun menyaksikan bahwa orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam
hidupnya (yak. 1:8). Jadi, harus memilih salah satunya. Memilih Allah berarti
siap untuk menghadapi tantangan dan penderitaan, namun kalau mampu bertahan
berarti akan memperoleh hidup. Sebaliknya, memilih ilah lain, berarti menempuh
jalan pintas, mulus, bahkan terkesan menyenangkan, namun berakhir dengan
kebinasaan.
Saudara-saudara yang dikasihi di
dalam Kristus Yesus,
Kepada segenap rumpun keluarga,
bahkan kita semua yang hadir pada saat ini. Jika kita boleh berkumpul dan
bersukacita di tempat ini, itu semua adalah akibat atau buah dari keputusan
hidup yang kita pilih di hari-hari kemarin. Kita dimungkinkan menaikkan syukur
kepada Tuhan pada saat ini, menikmati
berkat-berkatnya, semata-mata karena pertolongan Allah yang telah kita pilih
sebagai penolong kita dalam berencana dan bekerja pada waktu-waktu yang telah
dilewati.
Memang, tidak dapat disangkali,
bahwa selama kita bekerja dan berjuang mewujudkan segala impian yang ada,
berbagai macam rintangan dan penderiaan hadir menjadi riak dan gelombang
mewarnai perjalanan kehidupan kita.
Kadang kita diperhadapkan dengan berbagai macam pilihan; mau menempuh jalan
pintas dan gampang tetapi buntu? atau menempuh jalan berliku dan panjang tetapi
tiba dengan selamat? Mau mengandalkan Tuhan atau kuasa lain? Dan Puji Tuhan,
berkat iman dan pengharapan yang kokoh, kita boleh mengambil keputusan iman
untuk mau memilih dan selalu bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Akhirnya kita
pun boleh menyaksikan, bahwa orang-orang yang mau bersakit-sakit dahulu di
dalam Tuhan, ia pun pasti akan bersenang-senang kemudian. Ungkapan syukur dan
kesaksian yang kita nyatakan pada kesempatan ini menandakan juga bahwa Allah
yang telah kita andalkan pada masa-masa yang lalu dan hari ini, Dia jugalah
yang kita harapka untuk menyertai kita menjalani hari-hari kita selanjutnya.
Sehingga kita pun senantiasa terhindar dari segala keraguan. Hidup kita pun
tidak lagi diwarnai dengan keluhan-keluhan yang mengatakan, “bersakit-sakit
melulu, bersenang-senang kapan…?”
“Sebab orang-orang yang menabur
dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang
berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan
sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya (Maz. 126:5-6).”
*ilustrasi:
Dalam
siaran tv atau radio, sering kita dengarkan tentang iklan yang mempromosikan
berbagai macam produk. Antara lain, bunyinya, “Orang pintar minumnya TOLAK ANGIN”. T’rus, kalau orang beriman
minumnya apa? “Orang beriman minumnya
TOLAK ANGIN JAHAT!” Orang beriman harus rutin minum air kehidupan yaitu
firman Allah, sehingga mampu menolak ‘angin jahat’ yaitu rupa-rupa pengajaran
sesat dan ilah-ilah lain.
Kiranya Roh Kudus menyertai.
Terpujilah Tuhan, Allah…! Amin…! (RPM)
No comments:
Post a Comment